Rabu, 15 Februari 2012



Xinjiang (Tionghoa: 新疆; pinyin: Xīnjiāng; Wade-Giles: Hsin1-chiang1; Uighur: شىنجاڭ), nama lengkap Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, adalah sebuah daerah otonomi di Republik Rakyat Cina. Xinjiang berbatasan dengan Daerah Otonomi Tibet di sebelah selatan dan Provinsi Qinghai serta Gansu di tenggara. Wilayah ini juga berbatasan dengan Mongolia di sebelah timur, Rusia di utara, serta Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan, Afganistan, dan Kashmir di barat. Xinjiang juga mencakup sebagian besar wilayah Aksai Chin — diklaim oleh India sebagai bagian dari Negara Bagian Jammu dan Kashmir.

Penduduk asli Xinjiang berasal dari ras-ras Turki yang beragama Islam, terutama suku Uighur (45,21%) dan suku Kazakh (6,74%).[2] Selain itu, di Xinjiang juga terdapat suku Cina Han, yang berjumlah sekitar 40,58% (sensus 2000).[2] Persentase suku Han di Xinjiang meningkat secara drastis dari 6% saat berdirinya Republik Rakyat Cina (1949) hingga lebih dari 40% pada saat ini.

Cheng Ho bukan saja tokoh pelayaran, tapi juga pelopor kerjasama perdagangan, pertukaran budaya dan peradaban serta misi muhibbah. Maka atas nama semangat Allahyarham Cheng Ho tersebut, pemerintah Kelantan yang dipimpin Tuan Guru Nik Abdul Aziz Nik Mat telah menjalin kerjasaman serantau dalam pelbagai bentuk ikatan dan pengkongsian kemakmuraan secara bersama (friendship and prosperity). Sesuai dengan geaograpi dan sejarah, Kelantan adalah rakan semula jadi China dari segi perhubungan dan perdagangan antarabangsa.
Selanjutnya, China kini muncul sebagi kuasa eknonomi dunia yang terus berkembang. Selain itu Cina adalah khazanah peradaban lama, lubuk budaya dan kuasa pasaran yang besar.


Perlawanan terhadap kekuasaan Cina telah berlangsung sejak lama di Xinjiang. Saat ini, kebanyakan pemimpin perlawanan berada di pengasingan, antara lain di Turki, Jerman dan Amerika Serikat. Kebanyakan gerakan ini adalah gerakan kesukuan yang sekuler, walaupun terdapat beberapa gerakan yang berideologi Islam.[3]
Sejak Peristiwa 11 September di Amerika Serikat, pemerintah Cina juga mengklaim terdapat gerakan terorisme internasional di Xinjiang, yang dituduh berkaitan dengan Gerakan Taliban di Afganistan. Menurut laporan pemerintah Cina di tahun 2002, setidaknya 57 orang tewas akibat serangan teroris di Xinjiang

Pemerintah Cina dilaporkan telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, diantaranya pelanggaran kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan berpendapat, hambatan atas pendidikan, diskriminasi, serta hukuman mati terhadap tahanan politik.[3][1][5] Keberadaan sekolah Islam, masjid dan imam dikontrol secara ketat, dan para imam diharuskan "berdiri di sisi pemerintah dengan teguh dan menyampaikan pendapatnya dengan tidak samar-samar.".[6] Sejak 1995 hingga 1999, pemerintah telah meruntuhkan 70 tempat ibadah serta mencabut surat izin 44 imam.[7][8] Pemerintah juga secara resmi menerapkan larangan ibadah perorangan di tempat-tempat milik negara. Larangan ini juga mencakup larangan salat, puasa di bulan Ramadhan di kantor atau sekolah milik negara.[3] Kepemilikan Al-Qur'an saja juga dapat dihukum, dan pihak keamanan melakukan pencarian rutin terhadap "penerbitan ilegal" serta "bahan-bahan agama ilegal".
READ MORE - r: both;'/>

Senin, 12 Desember 2011

Kristenisasi Jelang Natal Resahkan Umat Budha



JAKARTA (voa-islam.com) – Tak hanya umat Islam yang keberatan dengan gerakan pemurtadan yang dilakukan oleh para misionaris Kristen secara membabi-buta kepada kaum Muslimin. Ternyata orang Budha juga resah dengan agresivitas kristenisasi.

Pengalaman menjadi target kristenisasi itu dialami oleh Budi (38) bukan nama sebenarnya. Saat berbelanja ke Mal Citraland Grogol, Jakarta Barat, sekelompok orang mendekatinya dan membagikan brosur propaganda natal. Tak hanya Budi, para pengunjung yang lewat, tak peduli apapun agamanya, semua diberikan brosur ajakan untuk mengikuti KKR Akbar (Kebaktian Kebangunan Rohani) Pendeta Stephen Tong yang dilaksanakan pada 8-11 Desember 2011 di Stadion Utama GBK.

“Di lorong depan Citraland di situ dua orang laki-laki membagi, dikasihkan ke saya seperti begini (sambil menunjukkan brosur tersebut). Lalu saya bilang, oh gereja ya? Maaf saya bukan orang Kristen, terus saya kembalikan lagi,” tutur Budi dengan logat Jawa kepada voa-islam.com, Ahad (11/12/2011).

Dengan enteng, kedua penginjil itu menjawab, “Oh nggak apa-apa pak.”

Jawaban itu memicu emosi Budi dan memprotes keras. “Ini kan acara Kebaktian kristiani, dan saya ini bukan orang Kristen! Anda nggak etis berlaku seperti ini, saya sudah bilang saya bukan Kristen anda tetap memberikan saya seperti ini!”

Mendengar protes Budi, kedua penginjil itu bukannya minta maaf, malah membela diri dengan kalimat yang menyinggung. “Berbuat seperti ini itu bebas aja pak. Bebas bukan cuma undangannya kepada siapa saja, tapi berbuat seperti itu pun bebas,” ujar Budi menirukan.

Tak maju berpolemik panjang, Budi pun meminta Satpam mall untuk mengusir kedua penginjil yang membabi-buta menyebarkan propaganda natal Kristen itu. “Akhirnya saya minta satpam di sekitar situ untuk mengusir dua orang laki-laki yang membagikan brosur itu,” ujar Budi.

Budi menceritakan, bahwa dirinya sangat kesal dengan ulah para misionaris Kristen yang tak kenal etika dalam penyebaran agama kepada orang lain yang sudah beragama. Pasalnya, pengalaman jadi target kristenisasi sudah berulang kali dialaminya. Sebelumnya, pria yang sehari-hari bekerja di sebuah percetakan buku itu, pernah memprotes aksi kristenisasi di sebuah tempat dan berakhir dengan pengeroyokan oleh orang-orang Kristen berlogat Batak.

Budi meminta aparat agar menindak tegas orang-orang Kristen yang melakukan kristenisasi seperti itu. “Menurut saya orang seperti ini ya harus ada jodohnya, yaitu ditindak tegas,” tuturnya kesal.

Misi kristenisasi itu, jelas Budi sangat bertentangan dengan ajaran Budha. Dalam agama Budha, aksi sosial seperti pembagian sembako yang sering dilakukan di wihara, sama sekali tidak ada unsur penyebaran agama Budha. Karenanya, dalam acara pembagian sembako di wihara-wihara Budha dilakukan secara terang-terangan dan bisa dipantau oleh siapapun.

“Ajaran Budha tidak seperti itu, saya juga pernah ikut, itu benar-benar dibagikan, sudah. Satu kali pun kita tidak pernah mengajak mereka berdoa, jadi kita murni kemanusiaan, boleh dicek,” jelasnya.

Menanggapi kasus kristenisasi kepada umat Budha itu, Ustadz Abu Al -Izz, menegaskan bahwa dirinya tidak heran jika bukan hanya umat Islam yang resah dengan maraknya kristenisasi, tapi juga umat lain seperti mereka yang beragama Budha.

“Realitas ini menunjukkan bahwa gerakan kristenisasi itu telah membabi buta terhadap setiap yang berbeda dengan keyakinan mereka. Sehingga yang terancam dengan masalah ini bukan hanya umat Islam tapi juga umat-umat yang lain,” tuturnya Ketua Umum Front Anti Pemurtadan Bekasi (FAPB) itu kepada voa-islam.com, Senin pagi (12/12/2011).

Alumnus Universitas Al-Azhar Mesir ini menilai, dengan banyaknya kasus kristenisasi di lapangan, membuktikan bahwa para misionaris Kristen tidak menghargai pluralitas. “Umat Kristen ini tidak menghargai pluralitas, bahkan telah mencederainya. Sementara ketika mereka punya misi mereka minta kita untuk menghargai toleransi. Semua itu maknanya hanya sebuah kedok, sebuah tipuan karena mereka ingin melakukan pemberangusan terhadap perbedaan-perbedaan keyakinan yang ada itu,” tutupnya. [ahmed widad]

READ MORE - Kristenisasi Jelang Natal Resahkan Umat Budha r: both;'/>

Jumat, 14 Oktober 2011

Benarkan Sisinga Mangaraja Islam ?





Sisingamangaraja merupakan nama besar dalam sejarah Batak. Dia tokoh pemersatu. Dinasti Sisingamangaraja dimulai sejak pertengahan tahun 1500-an, saat Raja Sisingamangaraja I yang lahir tahun 1515 mulai memerintah. Dia memang bukan raja pertama di sana. Pemerintahan masa sebelum itu dikenal dengan nama bius. Satu bius merupakan kumpulan sekitar tujuh horja. Sedangkan satu horja terdiri dari 20 huta atau desa yang punya pimpinan sendiri. Ada Bius Toba, Patane Bolon, Silindung dan sebagainya.

Dari 12 orang yang melanjutkan dinasti Sisingamangaraja, Singamangaraja XII merupakan raja paling populer dan diangkat sebagai pahlawan nasional sejak 9 November 1961. Lukisan dirinya yang dibuat Augustin Sibarani yang kemudian tercetak di uang Rp 1.000 yang lama, merupakan satu-satunya “foto” diri Sisingamangaraja. Dia naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Singamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon.

Penobatan Si Singamangaraja XII sebagai Maharaja di negri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka). Belanda merasa perlu mengamankan modal asing yang beroperasi di Indonesia yang tidak mau menandatangani Korte Verkaring ( perjanjian pendek) di Sumatra terutama Aceh dan Tapanuli. Kedua konsultan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Belanda sendiri berusaha menanamkan monopilinya di kedua kesultanan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan peperangan yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.

Satu yang masih terus jadi bahan diskusi hingga hari ini, adalah agama yang anutan Sisingamangaraja XII. Sebagian yakin, dia penganut kepercayaan lama yang dianut sebagian besar orang Batak. Mirip dengan dua agama besar dunia Islam dan Kristen, agama Batak hanya mengenal satu Yang Maha Kuasa, Debata Mulajadi Na Bolon atau Ompu Mulajadi Nabolon. Sekarang agama Batak lama sudah ditinggalkan, walau tentu saja kepercayaan tradisional masih dipertahankan.

Daya tempur yang sangat lama ini karena di tunjang oleh ajaran agama islam. Hal ini jarang jarang di kemukakan oleh para sejarawan, karena merasa kurang relevan dengan predikat Pahlawan Nasional. Atau karena alasan-alasan lain merasa kurang perlu membicarakanya. Kalau toh mau membicarakan tentang agama yang di anut oleh Si Singamangaraja XII, mereka lebih cenderung untuk mengakui Si Singamangaraja XII beragama Pelbagu. Pelbagu semacam agama animisme yang mengenal pula pemujaan dewa. Debata Mulajadi sebagai mahadewa. Juga mengaenal ajaran Trimurti: Batara Guru (dewa kejayaan), Debata Ser

Satu hal yang sukar diterima adalah bila Si Singamangaraja XII beragama animisme, karena kalu kita perhatikan Cap Si Singamangaraja XII yang bertuliskan huruf arab berbunyi; Inilah Cap Maharaja di negri Toba kampung Bakara kotanya. Hijrah Nabi 1304. Pada cap tersebut terlihat jelas penggunaan tahun hijriah Nabi. Hal ini memberikan gambaran tentang besarnya pengaruh ajaran Islam yang menjiwai diri Si Singamangaraja XII. Adapun huruf batak yang masih pula di abadikan, adalah sama dengan tindakan Pangeran Diponegoro yang masih mengguakan huruf jawa dalam menulis surat.

Begitu pula kalau kita perhatikan bendera perangnya. Terlihat pengaruh Islam dalam gambar kelewang, matahari dan bulan. Akan lebih jelas bila kita ikuti keterangan beberapa majalah atau koran Belanda yang memberitakan tentang agama yang di anut oleh Si Singamangaraja XII, antara lain; Volgens berichten van de bevolking moet de togen, woordige titularis een 5 tak jaren geleden tot den Islam jizn bekeerd, doch hij werd geen fanatiek Islamiet en oefende geen druk op jizn ongeving uit om zich te bekeeren. ( Sukatulis, 1907, hlm, 1)

Menurut kabar-kabar dari penduduk, raja yang sekarang (maksud Titularis adalah Si Singamangaraja XII) semenjak lima tahun yang lalu memeluk agama Islam yang fanatik, demikian pula dia meneka supaya orang-orang sekelilingnya menukar agamanya. Berita di atas ini memberikan data kepada kita bahwa Si Singamangaraja XII beragama Islam. Selain itu, di tambahkan pula tentang rakyat yang tidak beragama Islam, dan Si Singamangaraja XII tidak mengadakan paksaan atau penekanan lainnya. Hal ini sekaligus memberikan gambaran pula tentang penguasaan Si Singamangaraja XII terhadap ajaran agama itu sendiri.

Mohammad Said, dalam bukunya Sisingamangaraja XII menyatakan kemungkinan benar bahwa Sisingamangaraja seorang Muslim. Pedomannya berasal dari informasi dalam tulisan Zendeling berkebangsaan Belanda, J.H Meerwaldt, yang pernah menjadi guru di Narumonda dekat Porsea. Meerwaldt mendengar Sisingamangaja sudah memeluk Islam.

Di majalah Rheinische Missionsgessellschaft tahun 1907 yang diterbitkan di Jerman yang menyatakan, bahwa Sisingamangaraja, kendati kekuatan adi-alamiah yang dikatakan ada padanya, dapat jatuh, dan bahwa demikian juga halnya dengan beralihnya dia menjadi orang Islam dan hubungannya kepada orang Aceh.

Hubungan dengan Aceh ini terjadi Belanda menyerang Tanah Batak pada tahun 1877. Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala.

Pertukaran perwira dilakukan. Perwira terlatih Aceh ikut dalam pasukan Sisingamangaraja XII untuk membantu strategi pemenangan perang, sementara perwira Batak terus dilatih di Aceh. Salah satunya Guru Mengambat, salah seorang panglima perang Sisingamangaraja XII. Guru Mengambat mendapat gelar Teungku Aceh.

Informasi itu berdasarkan Kort Verslag Residen L.C Welsink pada 16 Agustus 1906. Dalam catatan itu disebutkan, seorang panglima Sisingamangaraja XII bernama Guru Mengambat dari Salak (Kab. Pakpak Hasundutan sekarang) telah masuk Islam. Informasi ini diperoleh oleh Welsink dari Ompu Onggung dan Pertahan Batu.

Dalam sebuah surat rahasia kepada Departement van Oorlog, Belanda, Letnan L. van Vuuren dan Berenshot pada tanggal 19 juli 1907 menyatakan, Dat bet vaststaatdat de oude S .S. M. Met zijn zonns tot den Islam waren over gegaan, al zullen zij wel niet Mohamedan in merg en been geworden zijn/ Bahwa sudah pasti S. S. M. yang tua dengan putra-putranya telah beralih memeluk agama Islam, walaupun keislaman mereka tidak seberapa meresap dalam sanubarinya.

Surat Kabar Belanda Algemcene Handeslsblad pada edisi 3 Juli 1907, sebagaimana dinyatakan Mohammad Said dalam bukunya, menuliskan, “Menurut kabar dari pendudukan, sudahlah benar raja yang sekarang (maksudnya Sisingamangaraja) semenjak lima tahun yang lalu telah memeluk Islam. Tetapi dia bukanlah seorang Islam yang fanatik, demikian pula dia tidak menekan orang-orang di sekelilingnya menukar agamanya”.

Informasi ini semakin menguatkan dugaan Sisingamangaraja XII telah memeluk Islam. Apalagi terlihat pola-pola Islam dalam pola administrasi pemerintahannya, misalnya bendera dan stempel.

Bendera Sisingamangaraja XII yang berwarna merah dan putih., berlambang pedang kembar, bulan dan bintang, mirip dengan bendera Arab Saudi sekarang. Bedanya bulan dalam bendera Sisingamangaraja XII yang terletak di seblah kanan pedang merupakan bulan penuh atau bulan purnama, bukan bulan sabit. Sedangkan bintang yang terletak di sebelah kiri memiliki delapan gerigi, bukan lima seperti yang biasa terlihat di mesjid dalam lambang tradisi Islam lainnya. Namun benda bergerigi delapan itu bisa juga diartikan sebagai matahari.

Bagian luar stempel Sisingamangaraja yang mempunyai 12 gerigi pinggiran juga menggunakan tarikh Hijriah dan huruf Arab. Namun huruf Arab itu untuk menuliskan bahasa Batak, “Inilah cap Maharaja di Negri Toba Kampung Bakara Nama Kotanya, Hijrat Nabi 1304”. Sedangkan aksara bataknya menuliskan Ahu Sahap ni Tuwan Singa Mangaraja mian Bakara, artinya Aku Cap Tuan Singa Mangaraja Bertakhta di Bakara.

“Sebenarnya bendera dan stempel itu sudah mencirikan corak Islam dalam pemerintahan Sisingamangaraja. Dengan demikian kuat kemungkinan dia sudah memeluk Islam, tetapi tidak ada data otentik jadi tidak bisa dipastikan kebenarannya,” kata Ketua Majelis Ulama Sumut H Mahmud Azis Siregar.

Keterangan lebih mendalam disampaikan, Dada Meuraxa dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Suku-suku di Sumatera Utara.“Sisingamangaraja XII sudah masuk Islam dan disunatkan di Aceh waktu beliau datang ke Banda Aceh meminta bantuan senjata,” kata Meuraxa.

Dalam buku itu Meuraxa menyebutkan, keterangan itu berdasarkan pernyataan seorang sumber, Tuanku Hasyim, yang mengutip pernyataan bibi-nya yang juga istri Panglima Polem yang menyaksikan sendiri upacara tersebut di Aceh.

“Walaupun belum cukup fakta-fakta Sisingamangaraja seorang Islam, tetapi gerak hidupnya sangat terpengaruh cerita Islam. Sampai kepada cap kerajaannya sendiri tulisan Arab. Benderanya yang memakai bulan bintang dan dua pedang Arab ini pun memberikan fakta terang,” tulis Dada Meuraxa.

Singamangaraja XII sendiri bernama Ompu Pulobatu, lahir pada 18 Februari 1845 dan meninggal 7 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda di Dairi. Sebuah peluru menembus dadanya. Menjelang nafas terakhir, akibat tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel itu, dia tetap berucap, “Ahuu Sisingamangaraja”.

Ucapan itu identik dengan kegigihannya berjuang.Turut tertembak juga waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya Lopian. Sedangkan sisa keluarganya ditawan di Tarutung. Itulah akhir pertempuran melawan penjajahan Belanda di tanah Batak sejak tahun 1877. Sisingamangaraja sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung. Makamnya baru dipindahkan ke Soposurung, Balige seperti sekarang ini sejak 17 Juni 1953.

sumber :
- http://mjinstitute.com/sejarah/21-si-singamangaraja-xii-gugur-sebagai-pahlawan-islam
- http://khairulid.blogspot.com/2005/03/mempertentangkan-agama-sisingamangaraja.html

(Up-date ; 7 Mei 2009)

READ MORE - Benarkan Sisinga Mangaraja Islam ? r: both;'/>

Benarkah Kapiten Patimura Islam ?



Thomas Mattulessy merupakan tokoh fiktif yang harus dihapus dari catatan sejarah Indonesia. Yang sesungguhnya ada adalah Patimura yang memiliki nama asli Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy. Tokoh ini lahir di Hualoy, Seram Selatan, wilayah Islam tahun 1783. Ini sekaligus membantah versi pemerintah yang menyebut Patimura lahir di Saparua. Mat Lussy merupakan bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kasim Allah, Pelayan Allah) atau dalam lidah Maluku disebut Kasimiliali.

Dalam buku biografi versi pemerintah yang ditulis M Sapija dikatakan jika Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayahnya bernama Anthoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”. Keterangan Sapija tersebut janggal. Sapija tidak jujur dengan tidak menuliskan ‘Kasimiliali’ sebagai Pelayan Allah dan Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Lalu Sapija juga mengada-adakan marga Pattimura Mattulessy, padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman. Penulis sendiri pernah langsung berdiskusi dengan salah seorang Panglima Perang Hitu di tahun 1999 dimana dia menyatakan jika Patimura adalah Marga Muslim sedangkan Mattulessy adalah Kristen. Jadi tidak ada yang namanya Patimura Matulessy. Yang bernama Patimura pastilah dia seorang Muslim.

Mansyur Suryanegara menyatakan marga Patimura masih ada sampai kini. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura. Dan lagi, Maluku pada masa itu dipenuhi oleh kerajaan-kerajaan Islam dengan empat kerajaan Islam besar yakni Tidore, Ternate, Bacan, dan Jailolo. Begitu banyak kerajaan Islam di sini sehingga Ibnu Batutah menyebutnya sebagai ‘Jazirah al-Mulk’ atau Tana Para Raja.3 Dalam wawancara dengan penulis di kediamannya di Bandung pada 2001, Mansyur menyatakan jika umat Islam itu mayoritas di Maluku dan Ambon, jadi bukan wilayah Kristen. “Ada cara mudah untuk membuktikannya, lihat saja dari dari pesawat yang sedang terbang, akan terlihat banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja di sana.” Dan lagi, adalah fakta sejarah jika nyaris seluruh perlawanan terhadap penjajah—apakah itu Portugis, Spanyol, atau pun VOC-Belanda—seluruhnya dibangkitkan oleh tokoh-tokoh Islam. Ini disebabkan antara lain semua penjajah itu membawa misi penyebaran salib. Jadi amat aneh jika ada orang-orang non-Muslim yang juga mengangkat senjata melawan para misionaris imperialis ini. Bukankah ini berarti perlawanan Para Domba terhadap Sang Gembala? Jelas mustahil. Adalah fakta sejarah pula jika orang-orang pribumi yang mau memeluk agama kaum penjajah ini akhirnya bergabung dan mau menjadi tentara kaum penjajah yang memerangi bangsanya sendiri. Salah satunya adalah tentara Marsose yang diterjunkan ke Aceh yang terdiri dari orang-orang pribumi non-Muslim yang bekerja melayani para penjajah.

Seluruh perlawanan yang dibangkitkan merupakan perlawanan terhadap upaya 3G (Gold, Glorius, and Gospel) yang dibawa para kafir penjajah. Demikian pula yang dikobarkan Ahmad Lusy Patimura. Pada 1817, Patimura berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua, dan menewaskan residen Van den Bergh. Jihad ini meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya. Jihad yang digelorakan Patimura bisa kita lihat dalam tradisilisan Maluku yang masih terpelihara hingga kini, yang antara lain berbunyi:

Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yama’a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama’a Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Manu rusi’a yare uleu uleu ‘o
Manu yasamma yare uleu-uleu ‘o
Talano utala yare uleu-uleu ‘o
Melano lette tuttua murine
Yami malawan sua mena miyo
Yami malawan sua muri neyo

artinya :
(Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang)


Pertempuran kian sengit. Belanda lagi-lagi minta bantuan dari Batavia. Akhirnya Ahmad Lussy dan pasukannya tertangkap Belanda. Pada 16 Desember 1817, Ahmad Lussy dan para mujahidin Ambon menemui syahid di tiang gantungan kafir Belanda.

sumber buku Bernanrd HM. Vlekke "Sejarah Indonesia" penerbit Nusantara tahun 2008 halaman 322
READ MORE - Benarkah Kapiten Patimura Islam ? r: both;'/>

Senin, 22 Agustus 2011

Kristen Agama Kejam, Kristen Disebarkan Dengan Perang Dan Penjajahan



Sudah bukan rahasia lagi bahwa masuknya agama Kristen ke suatu daerah, negara dan wilayah sering sekali melalui cara perang, penjajahan, perbudakan dan pemaksaan. Contoh nyata adalah di negara kita Indonesia, agama nasrani masuk kesini bersama agresi militer Belanda, Spanyol, Portugis dan negara Kristen lainnya. Dengan slogan 3 G: Gold (Merampok harta emas), Glory (Memenangkan dan Menjajah), Gospel (Menginjilkan). 3 hal kejam itulah yang diterapkan pendeta dan orang Kristen Eropa untuk memperbesar wilayah kekuasaan dan memperbanyak domba. Jadi sangat tidak masuk akal, jika agama sebuas dan sekejam Kristen di identikan dengan kata: "Kasih". Mungkin benar jika yang dimaksud "Kasih" adalah, jeritan orang yang menjadi korbannya, misalnya: "Kasihanilah kami" saat mereka ingin dibantai oleh pasukan Kristen. Saya berbicara atas dasar fakta, yang tidak terbantahkan. Karena berdasarkan bukti historis. Setiap kali Kristen masuk ke dunia ketiga, maka seringkali di barengi dengan agresi militer, dari jaman dulu hingga jaman modern sekarang ini. Jaman sekarang kita melihat hal yang sama, namun lebih pintar mereka menutupinya. Anda boleh periksa negara-negara yang di duduki oleh Amerika dan Inggris seperti Irak dan Afghanistan maka pastilah ada keterlibatan gereja disana. Setelah Irak di taklukan maka masuklah para misionaris Kristen untuk menginjilkan Muslim sebanyak mungkin, dengan slogan menipu yang disebut Kasih dan tentu saja membagikan sembako dan keperluan pokok lainnya kepada penduduk setempat. Dengan kata lain, militer Amerika melakukan perkerjaan kotor dan gereja mengkristenkan. Sama seperti dahulu, bedanya jaman sekarang lebih halus. Karena mereka punya media berita, yang selalu memberitakan yang baik-baik saja dan menutupi keterlibatan proyek Kristenisasi secara brutal. Dalam agama Kristen tidak ada kata kasih, percayalah. Kristen akan menunjukan "Kasih" untuk mengkristenkan anda, bukan karena mereka berhati baik. Mungkinkah sebuah agama yang Tuhannya sendiri mengatakan begini bantai tanpa ampun bahkan kepada bayi dan balita mampu memproduksi orang-orang yang baik? Tidak percaya? Coba baca ini: 1 Samuel 15:3 Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai. Percayakah anda bahwa umat Kristen baik kepada anda? Sesungguhnya mereka hanya baik untuk mengkristenkan, bukan karena berhati baik. Ambon, Poso, Bosnia dan banyak contoh lainnya merupakan bukti bahwa itulah orang Kristen sebenarnya. Mereka bisa berubah menjadi monster paling kejam sekalipun, jika anda lengah, dan jika mereka berkuasa.
READ MORE - Kristen Agama Kejam, Kristen Disebarkan Dengan Perang Dan Penjajahan r: both;'/>