Selasa, 28 Desember 2010

Khilafah vs Kerajaan



Khilafah runtuh tahun 1924, setelah itu yang ada hanyalah kerajaan. Itu bukan kata ulama yang pernah saya dengar, akan tetapi kata teman saya dari Hizbut-Tahriir. Diskusi dengan tema ini adalah diskusi klasik yang telah beberapa kali saya lakukan dengan mereka.
Berikut beberapa paragraf kalimat yang pernah saya tulis saat ‘berbincang’ dengan mereka.
Para ulama dalam membedakan hal ini (khilafah dan kerajaan) berdasarkan oleh beberapa hadits diantaranya :

1. Hadits Hudzaifah bin Yaman radliyallaahu ‘anhu :
تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة , فتكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها , ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها , ثم تكون ملكا جبريا فتكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها , ثم تكون خلافة على منهاج النبوة . ثم سكت " .
Akan ada masa kenabian pada kalian selama yang Allah kehendaki, Allah mengangkat/menghilangkannya kalau Allah kehendaki. Lalu akan ada masa khilafah di atas manhaj Nubuwwah selama yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendaki. Lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat (ada kedhaliman) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada masa kerajaan (tirani) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di atas manhaj Nubuwwah”. Kemudian beliau diam” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/273 dan Ath-Thayalisi no. 439; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 5].
2. Hadits Safiinah radliyallaahu ‘anhu Maula Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
الخلافة في أمتي ثلاثون سنة ثم ملك بعد ذلك
”Kekhilafahan umatku selama 30 tahun, kemudian setelah itu adalah masa kerajaan” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4646,4647; At-Tirmidzi no. 2226; dan yang lainnya; shahih].
Dua hadits di atas (dan sebenarnya masih ada hadits-hadits yang lain) secara jelas menjelaskan periodisasi kepemerintahan Islam. Masa kekhilafahan awal dalam Islam adalah selama 30 tahun. Ini adalah tekstual (manthuq) hadits yang sangat jelas lagi tidak memerlukan ta’wil. Jika ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud kekhilafahan selama 30 tahun adalah kekhilafahan di atas manhaj nubuwwah dan setelah itu tetap berbentuk kekhilafahan (yang tidak berdiri di atas manhaj nubuwwuah) – bukan kerajaan - ; maka itu sangat tidak bisa diterima. Kenapa ? Tidak lain pemahaman itu menafikkan dhahir nash yang mengatakan bahwa setelah masa 30 tahun adalah kerajaan (الْمُلْكُ). Apakah sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : tsumma takuunu mulkan ’aadldlan fayakuunu maasyaaa allaahu an-takuunu (”lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat (ada kedhaliman) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki”) dan tsumma mulkun ba’da dzaalika (”kemudian setelah itu – yaitu setelah era 30 tahun - adalah masa kerajaan”) adalah sia-sia tanpa arti ? Dan apakah mereka hendak menakwil bahwa kerajaan itu sama dengan khilafah dalam konteks sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam di atas ? Jika kekhawatiran kita terhadap mereka ini terjadi, tentu saja prasangka mereka itu sangat jauh dari kebenaran..... Para ulama telah menjelaskannya dalam banyak kesempatan ketika mereka mensyarah hadits di atas. Juga ketika mereka menjelaskan perbedaan antara khilafah dan kerajaan atau khalifah dan raja.
Para ulama berkata : Masa tiga puluh tahun itu adalah masa kekhilafahan. Era khulafaaur-raasyidiin yang terdiri dari masa kekhilafahan Abu Bakar, ’Umar, ’Utsman, ’Ali, dan Al-Hasan bin ’Ali radliyallaahu ’anhum (para ulama berbeda pendapat mengenai status Al-Hasan bin ’Ali – namun yang rajih, masa kepemerintahannya termasuk bagian dari masa kekhilafahan). Adapun setelah itu muncullah raja. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal (no. 52) membawakan satu riwayat dari Safiinah radliyallaahu ’anhu sebagai berikut :
أن أول الملوك معاوية رضي الله عنه
”Bahwasannya raja pertama dari raja-raja (dalam Islam) adalah Mu’awiyyah radliyallaahu ’anhu”.
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 1203 [shahih].
Mengenai kalimat {ثم ملك بعد ذلك} ”kemudian setelah itu adalah masa kerajaan” ; maka berkata Al-Munawi : ”yaitu setelah berakhirnya masa kekhilafahan nubuwwah, maka akan muncul kerajaan”. Dan bahkan secara tegas Ath-Thibi yang disitir oleh Al-’Adhim ’Abadiy dalam ’Aunul-Ma’bud (2/388) mengatakan bahwa masa setelah ’Ali radliyallaahu ’anhu adalah masa ’mulkan ’adluudlan’ (مُلْكاً عَضُوضاً = Kerajaan yang dhalim).
Lantas, apa perbedaan antara khalifah dan raja atau khilafah dan kerajaan itu ? Mari kita perhatikan satu riwayat yang datang dari Salman ketika satu saat ’Umar bin Al-Khaththab bertanya kepadanya tentang perbedaan raja dan khalifah, dimana Salman menjawab :
إن أنت جبيت من أرض المسلمين درهمًا أو أقل أو أكثر ثم وضعته في غير حقه فأنت ملك ، وأما الخليفة فهو الذي يعدل في الرعية ، ويقسم بينهم بالسوية ، ويشفق عليهم شفقة الرجل على أهل بيته ، والوالد على ولده ، ويقضي بينهم بكتاب الله
”Apabila engkau mengumpulkan dari bumi kaum muslimin dirham (harta) baik sedikit ataupun banyak, yang kemudian engkau pergunakan tidak sesuai dengan haknya, maka engkau adalah raja. Adapun khaliifah, maka ia berbuat adil kepada rakyat, membagi antara mereka dengan sama rata, sangat memperhatikan mereka (yaitu rakyatnya) sebagaimana perhatiannya seorang laki-laki terhadap anggota keluarganya atau seperti orang tua kepada anaknya, dan memutuskan perkara di antara mereka dengan Kitabullah” [Ath-Thabaqaatul-Kubraa oleh Ibnu Sa’ad 3/306].
Dan yang lain menambahkan bahwa kerajaan (mulk) itu biasanya dicapai melalui jalan pemaksaan, penundukan (dalam peperangan), pesan/amanat dari seorang ayah kepada anaknya (atau kepada kerabatnya – Abul-Jauzaa’), atau yang semisal dengan itu; tanpa merujuk/mengembalikannya kepada Ahlul-Halli wal-‘Aqdi. Adapun Khilafah, maka ia tidaklah terwujud kecuali dengan penetapan Ahlul-Halli wal-‘Aqdi. Sama saja, apakah melalui jalan pemilihan atau penunjukan [Al-Imaamatul-‘Udhmaa oleh Ad-Dumaiji hal. 40].
Ibnu Khaldun berkata tentang perbedaan antara khilafah dan kerajaan (mulk) :
إن الملك الطبيعي : هو حمل الكافة على مقتضى الغرض والشهوة ، والسياسي : هو حمل الكافة على مقتضى النظر العقلي في جلب المصالح الدنيوية ودفع المضار ، والخلافة هي : حمل الكافة على مقتضى النظر الشرعي في مصالحهم الأخروية والدنيوية الراجعة إليها
“Sesungguhnya (definisi) kerajaan secara thabi’iy adalah bertujuan membawa seluruh manusia kepada pemenuhan hawa nafsu dan syahwat. Secara siyasiy, kerajaan adalah bertujuan membawa manusia menerima apa yang diputuskan melalui pertimbangan akal untuk mencapai kemaslahatan dunia dan mencegah kemudlaratannya. Dan khilafah adalah bertujuan membawa seluruh manusia menerima apa yang diputuskan melalui pertimbangan syariat untuk kemaslahatan dunia dan akhirat, yang kesemuanya itu dikembalikan kepada kemaslahatan akhirat” [Al-Muqaddimah oleh Ibnu Khaldun hal. 190].
Bukankah secara jelas bahwa yang namanya khilafah secara siyasiy dan syar’iy telah berakhir setelah era Al-Hasan bin ‘Aliy ? Dan setelah itu mulailah sejarah Islam mencatat munculnya berbagai macam Dinasti (Umayyah, ‘Abbasiyyah, dan seterusnya) dimana dalam pencapaian kekuasaan sangat menyelisihi apa yang dilakukan pada era Al-Khulafaur-Rasyidin ? Pada masa-masa itu (sampai hari ini), jabatan khalifah diberikan kepada keluarga secara turun-temurun. Oleh karena itu dikenalnya Dinasti Umayyah adalah karena bergulirnya amir pada saat itu berputar pada keluarga Bani Umayyah. Begitu juga Dinasti ’Abbasiyyah dimana para amir pada saat itu turun-temurun jatuh pada keluarga Bani ’Abbasiyyah. Dan seterusnya dan seterusnya. Dan sejarah pun telah mencatat dengan tinta hitamnya bahwa banyak diantara memperoleh kekuasaannya dengan didahului dengan aneka kekerasan, pemberontakan, pembunuhan, atau yang semisalnya.
Ini adalah kenyataan sejarah yang sangat gamblang. Mu’awiyyah bin Abi Sufyan memegang tampuk kekuasaannya setelah terlebih dahulu terjadi peperangan yang berlarut-larut dengan ’Aliy bin Abi Thaalib dan Al-Hasan bin ’Aliy radliyallaahu ’anhum.
NB : Tanbih !! Agar tidak terjadi kesalahpahaman, perlu saya jelaskan bahwa saya tidak mengatakan Mu’awiyyah memperoleh kekuasaannya dengan memberontak kepada ’Aliy atau Al-Hasan bin ’Aliy. Penekanan dalam bahasan ini adalah bahwa Mu’awiyyah berkedudukan sebagai raja secara siyasi dilihat dari sisi bahwa ia tidak memperolehnya melalui jalan penetapan Ahlul-Halli wal-’Aqdi. Namun ia adalah sebaik-baik raja dalam sejarah Islam. Bahkan sebagian ulama menjelaskan bahwa Mu’awiyyah tetap lebih utama dibandingkan dengan ’Umar bin ’Abdil-’Aziz yang terkenal keadilannya itu.
Bukankah Yazid bin Mu’awiyyah menduduki tampuk kepemimpinan setelah ia ditunjuk oleh ayahnya (yaitu Mu’awiyyah bin Abi Sufyan radliyallaahu ’anhumaa) untuk menggantikannya ? (yang kemudian setelah ia penduduk Syam membaiatnya – yaitu baiat taat – kecuali Al-Husain bin ’Ali, ’Abdullah bin Az-Zubair, dan yang sepaham dengan mereka berdua radliyallaahu ’anhum). Bukankah kita juga mendengar bahwa ’Abdul-Malik bin Marwan memperoleh kekuasaannya secara penuh setelah peperangannya melawan’Abdullah bin Az-Zubair radliyallaahu ’anhuma ?
Saya sisipkan satu riwayat menarik dalam Sunan At-Tirmidziy : Berkata Sa’id bin Jumhaan kepada Safiinah :
أَنَّ بَنِي أُمَيَّة يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخِلافَةَ فِيهِم؟ قَالَ : كَذابُوا بَنُوا الزَّرْقَاءِ بَلْ هُمْ مُلُوكٌ مِنْ شَرِّ الْمُلُوكِ
”Bani Umayyah telah menganggap bahwasannya kekhilafahan ada pada diri mereka ?”. Maka Safiinah berkata : ”Bani Az-Zarqaa’ (yaitu Bani Marwan, dimana mereka termasuk bagian dari keluarga besar Bani Umayyah – Abul-Jauzaa’) telah berdusta. Bahkan mereka ini termasuk sejahat-jahat raja” [no. 2226; shahih].
Perkataan Safiinah bahwasannya Bani Az-Zarqaa’ (Bani Marwan) adalah sejahat-jahat raja dapatlah kita maklumi bahwa pada jaman tersebut terjadi sejumlah tragedi berdarah seperti penyerangan terhadap Al-Haramain untuk memerangi Abdullah bin Az-Zubair dan pasukannya sehingga terjadi pembunuhan terhadap ribuan kaum muslimin. Terkenal pula pada masa itu seorang pemimpin yang kejam sepanjang sejarah : Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafiy.
Bukankah kita juga membaca sejarah bahwa Yazid bin ’Abdil-Malik bin Marwan memegang tampuk kepemimpinan dengan wasiat saudaranya Sulaiman setelah didahului dengan pembunuhan terhadap ’Umar bin ’Abdil-’Aziz karena diracun oleh keluarganya ? Bukankah setelah Yazid bin ’Abdil-Malik meninggal, ia mewasiatkan kepemimpinan kepada Hisyam bin ’Abdil-Malik ? Bukankah Dinasti ’Umayyah berakhir dengan aneka macam pemberontakan yang menumbangkan Marwan bin Al-Himar sehingga diganti oleh Dinasti ’Abbasiyyah ? Dan seterusnya dan seterusnya.....
Namun perlu juga saya tekankan di sini – agar tidak ada anggapan menyimpan bayyinah - bahwa boleh dimutlakkan nama khalifah setelah era Khulafaur-Rasyidin dan Al-Hasan bin ’Ali ketika tidak ada tuntutan pembedaan dengan istilah malik (raja) atau mulk (kerajaan). Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah :
ويجوز تسمية من بعد الخلفاء الراشدين ‏[‏خلفاء‏]‏ وإن كانوا ملوكا، ولم يكونوا خلفاء الأنبياء بدليل ما رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما عن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال‏:‏ ‏(‏كانت بنو إسرائيل يسوسهم الأنبياء كلما هلك نبي خلفه نبي وإنه لا نبي بعدي وستكون خلفاء فتكثر، قالوا فما تأمرنا ‏؟‏ قال‏:‏ فوا ببيعةالأول فالأول، ثم أعطوهم حقهم، فإن الله سائلهم عما استرعاهم‏)‏‏.‏ فقوله‏:‏‏(‏فتكثر‏)‏ دليل على من سوى الراشدين فإنهم لم يكونوا كثيرا‏.‏ وأيضا قوله‏:‏‏(‏فوا ببيعة الأول فالأول‏)‏ دل على أنهم يختلفون، والراشدون لم يختلفوا‏
”Bolehnya menyebut khalifah terhadap orang-orang yang memimpin setelah era Khulafaur-Rasyidin, walaupun mereka sebenarnya adalah raja dan bukan pula sebagai pengganti para Nabi. Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka dari Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu, dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda : ”Adalah Bani Israail dibimbing oleh banyak nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, maka digantikan oleh Nabi yang lain. Tidak ada Nabi lagi setelahku. Dan kelak akan ada beberapa khalifah yang kemudian menjadi banyak”. Mereka (para shahabat) bertanya : ”Apa yang engkau perintahkan kepada kami ?”. Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menjawab : ”Patuhilah khalifah yang mendapatkan baiat yang pertama, dan penuhilah hak mereka. Karena Allah kelak akan meminta pertangungjawaban atas kepemimpinan mereka”. Sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam : fataktsuru (فتكثر) adalah sebagai dalil bahwasanya yang beliau maksudkan adalah khalifah selain Al-Khulafaur-Rasyidin, karena Al-Khulafaur-Raasyidiin tidak banyak jumlahnya. Dan juga sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam : fuu bi-bai’atil-ula fal-ulaa (فوا ببيعة الأول فالأول); menunjukkan bahwasannya mereka berselisih, padahal Khulafaur-Rasyidin itu tidaklah berselisih” [selesai perkataan Ibnu Taimiyyah – Lihat Majmu’ Al-Fataawaa 35/20].
Penjelasan ini saya rasa sudah sangat masyhur..... Namun anehnya, rekan-rekan Hizbut-Tahrir seakan-akan tidak pernah memunculkannya dalam bahasan mereka. Akibatnya, bisa saja timbul dugaan dalam hati kita bahwa jika hal ini mereka munculkan, akan gugur konsepsi teologis mereka tentang kekhilafahan yang katanya runtuh pada tahun 1924, dan yang ada kemudian setelah itu (yaitu setelah runtuhnya Daulah ’Utsmaniyyah) adalah sistem kerajaan (mulk).
Wallaahu a’lam.
READ MORE - Khilafah vs Kerajaan r: both;'/>

Minggu, 26 Desember 2010

HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

pernikahan beda Agama merupakan hal yang klasik dan sudah ada sejak dulu, namun masih juga hal ini selalu mendat perhatian jika jadi bahan diskusi .... bahkan bisa jadi isnpirasi dalm pembutan film seperti film Sahru khan yang menikahi seorang beragma hindu india ... sedang menurut islam berdasr alqur'an juga sudah mengtaur dg jelas akan hal ini . dan inilah kesmpurnaan islam menjawab permasalahan2 yang selalu ada spanjnag masa...

Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam

Hukum pernikahan beda agama, ada 2 macam kategori. Antara lain:

Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam adalah jelas-jelas dilarang (haram). Dalil yg digunakan untuk larangan menikahnya muslimah dengan laki-laki non Islam adalah Surat Al Baqarah(2):221,“Dan janganlah

kam

u nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak


yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik

hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Jadi, wanita musliman dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim, apapun alasannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran di atas. Bisa dikatakan, jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki non Islam, maka akan dianggap berzina.

2. Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam

Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas 2 macam:

1. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dg Ahli Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya boleh, dengan dasar Surat Al Maidah(5):5,“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”

2. Lelaki Muslim dg perempuan non Ahli Kitab. Untuk kasus ini, banyak ulama yg melarang, dengan dasar Al Baqarah(2):222,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Banyak ulama yg menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal dari sumber yg sama, agama samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini. Untuk kasus ini, yg dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya. Untuk poin 2, menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab, para ulama sepakat melarang.

Dari sebuah literatur, dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy (bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab yang turun dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan filosof mereka. Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya.

Kita tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang mengatur masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina, minuman keras, judi dan pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam Al-Quran Al-Karim, Injil atau Taurat. Yang ada hanya etika, moral dan nasehat. Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai kalam suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi hukum syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab samawi yang secara kompak diakui sebagai kitabullah.


saya tambahkan menurut bebrapa dakwah dan artikel ... laki laki di perbolehkan menikahi non islam karena laki memiliki dominasindalm keluarga .... sehingga keimanan bisa lebih terjaga ..... bahkan ada kasus lain si istri justru malah sadar dan memluk islam ....

sedang perempuan menikahi laki laki non islam di kawatirkan karena domnisai laki dalm keluraga akan mebahayakan keimanan si perempuan itu .... dan bisa juga di paksa berpindah agama ......

Maslah ahli kitab

ahli kitab adalah orang yang menerima ,memegang teguh dan mengamalkan ajaran nabi terdahulu sebleum nabi muhammad di utus yang mana juga memiliki syaria'at , meski belum sesemourna setelah nabi datang, dan kalo memnag ahli kitab itu berpegang teguh pada ktab sucinya harusnya ia juga masuk isalm karena kabar kkedatanngan nabi Muhammad sudahh ada tapi mereka mengingkarinya..... dan perlu kita tahu bahwa ahli kitab umat kristiani, yahudi / non muslim lainnya itu sekrang meragukan bisa di katakan sbg ahli kitab karena ..... mereka sudah tak setia mengamalkan ajran kitab sucinya sperti kristen yang meninggalkan ajran nabi musa dan menggantinya dg perjajian baru yang di susun oleh paulus ( yang mereka sebut sbg rasul ).

tidak harus masuk islam asalkan mereka mengamlakan ajran nabi ny isa dan musa yakni berkhitan , mengaromkan babi, mengkafani mayat , besyahadat ( allah, sebagi tuhan dan nabinya (isa/musa adalah sebagi utusan ) itu bisa di ktakan ahli kitab .. tapi kenyatanya mereka saat ini menyalahi semuanya dna membuta aturan aturan baru dan menafikkan ajran asli kitab suci mereka ....

READ MORE - HUKUM NIKAH BEDA AGAMA r: both;'/>

Jumat, 17 Desember 2010

mengucap natal berarti membenarkan ketuhanan yesus


Kita mau ngomongin sesuatu yang berbahaya yang tanpa sadar mengintai akidah kaum Muslimin atas nama toleransi semu. Bahaya yang mengintai setiap bulan Desember dan tahun baru. Yup, bahaya perayaan Natal dan perayaan Tahun Baru.

Suasana natal merebak di sekitar kita. Mal, plaza, hotel, toko, baliho di jalan-jalan protokol, dan umbul-umbul sepanjang jalan terlihat semarak menyambut natal dan tahun baru. Tak ketinggalan televisi dan radio juga saling bersaing program natal dan tahun baru. Acara-acara yang tersuguh khas nuansa natal semisal pohon cemara dan pernik-perniknya, lagu malam kudus atau Holy Night dalam versi Inggris-nya dan juga nggak ketinggalan Jingle Bell. Juga ada Sinterklas dan kado-kado, kereta salju yang ditarik anjing kutub dan anak-anak miskin yang mendapat kegembiraan karena ada hadiah-hadiah yang mereka inginkan.

Tak jarang kaum Muslimin terlena dengan itu semua. Hati-hati dengan adek-adek kamu yang masih kecil. Mereka mudah sekali silau dengan gemerlap natal dan banyak kado menyertai. Tapi, yang silau sama natal bukan cuma anak-anak kecil. Orang-orang tua bahkan ulama banyak juga yang bukan hanya silau, tapi malah ikut-ikutan larut di dalamnya.

Karena terbiasanya mereka disuguhi pemandangan natal dan tahun baru Masehi, akhirnya merasa seakan-akan perayaan itu adalah bagian dari kehidupan bermasyarakat. Belum lagi para bapak dan ibu yang duduk sebagai pejabat dan mengaku-aku dirinya ulama mencontohkan diri dengan ikut menghadiri perayaan natal dan tahun baru itu. Akhirnya kaum Muslimin dibuat bingung mana yang hak dan batil karena semua sudah dicampur aduk.

Natal dan tahun baru bukan budaya kita

Natal dan tahun baru jelas-jelas budaya dan milik kaum Nasrani. Natal diperingati sebagai kelahiran Yesus yang mereka pertuhankan. Meskipun kita kaum Muslimin mengakui Nabi Isa, tapi tak dibenarkan untuk mengakuinya sebagai Tuhan. Bukan sekadar tak dibenarkan tapi juga haram alias mutlak tidak bolehnya. Lagi pula kelahiran Nabi Isa sendiri juga bukan di bulan Desember. Lha wong aliran sekte Kristen yang lain aja ada yang merayakan Natal di bulan Januari kok. Herbert W. Arsmtrong (1892-1986), seorang pastur di Worldwide Church of God, Amerika Serikat, menyatakan dalam bukunya, The Plain Truth about Christmas, bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Nah lho?

Abu Deedat Syihabuddin M.H, seorang kristolog dalam wawancaranya dengan majalah Sabili mengatakan, “Isa Almasih bukan lahir tanggal 25 Desember. Di kalangan Kristen sendiri ada perbedaan, ada yang tidak mau merayakan Natal pada 25 Desember seperti Advent dan Yehova. Mereka menganggap Yesus lahir tanggal 1 Oktober. 25 Desember itu, upacara penyembahan Dewa Matahari.”

Most of all, setelah Muhammad datang, cuma ajaran beliau aja yang boleh diikuti. Ajaran nabi-nabi sebelumnya sudah dihapus dengan kedatangan Muhammad Rasulullah saw. sebagai nabi akhir jaman.

Tahun baru juga sama aja. Ini tahun baru Masehi, diperingati untuk mengingat sang Mesiah (asal kata dari Masehi alias Nabi Isa juga) dilahirkan ke bumi. Kita nggak perlu latah ikut-ikutan merayakan meski sekadar mengucapkan selamat tahun baru. Karena bagaimana pun, ucapan tahun baru selalu mengekor dengan ucapan natal. Kita punya kok tahun baru sendiri. Tahun baru Hijriyah. Sebagai momentum peringatan Rasulullah saw. hijrah dari Mekah ke Medinah dan mendirikan Negara Islam di sana.

Selain tahun baru masehi bukan budaya kaum muslimin, lihat juga bagaimana orang-orang itu merayakannya. Hura-hura, pesta, kembang api, dansa, dan banyak acara maksiat lainnya yang digeber semalam suntuk. Jelas banget, semua hal itu sama sekali nggak sesuai dengan budaya kaum Muslimin yang sangat menjaga diri dari segala perbuatan sia-sia dan maksiat. Udah acaranya nggak ada tuntunannya dalam Islam, eh, cara merayakannya juga amat sangat tidak terpuji.

Bagaimana sikap kita?

Jelas dong, sikap kita sebagai kaum Muslimin untuk tidak mengikuti perayaan itu meskipun sekadar mengucapkan natal dan tahun baru. Lha wong kita tidak meyakini kedua perayaan itu kok mau mengucapkan selamat. Bukankah yang selamat itu cuma mereka yang meyakini akidah Islam saja? Jangan khawatir kamu dituduh tidak toleran hanya karena tidak mau mengucapkan selamat natal dan tahun baru. Toh, makna toleran tidak sesempit itu.

Toleran itu cukup dengan mengakui adanya keberagaman di sekitar kita. Kita tak mengganggu keyakinan dan ibadah mereka dan begitu sebaliknya. Mereka juga tidak boleh mengusik akidah dah ibadah kaum Muslimin. Toleran tidak bermakna untuk ikut-ikutan dan mencampuradukkan keyakinan kita dengan keyakinan dan peribadatan agama lain. Bukankah telah dinyatakan oleh Allah dalam surat al-Kafirun bahwa bagimu agamamu dan bagiku agamaku? Ya sudah, cukup ini saja yang jadi patokan kita, oke?

Sering saya diberi ucapan selamat tahun baru oleh teman-teman baik Muslim atau nonmuslim. Kalo ucapan Natal jelas nggak, karena identitas saya sebagai muslimah dengan jilbab dan kerudung sangat jelas terlihat. Saya selalu katakan pada mereka, bahwa saya tidak merayakan tahun baru Masehi. Malam tahun baru toh nggak beda dengan malam-malam sebelum dan sesudahnya. Baru kalo di penghujung malam tahun baru matahari terbit dari barat, itu baru saya takjub dan pantas untuk dirayakan. Teman-teman langsung pada keki karena kalo beneran seperti itu, artinya kiamat dong hehehe…

Tentunya tidak berhenti di situ saja. Harus ada penjelasan secara logis mengapa kita tidak mau merayakan atau sekadar mengucapkan selamat tahun baru. Penjelasan sederhana di atas sudah cukup kamu gunakan sebagai penjelasan bila ada yang nekat ngucapin hal yang sama ke kamu.

Jadi sikap kita jelas dalam hal ini. Tak ada yang namanya nggak enak ati karena ini menyangkut masalah akidah dan keimanan. Nggak main-main urusannya. Meskipun dengan itu kita harus dengan sabar memberi penjelasan dan pengertian bagi mereka yang emang belum ngerti.

Saya punya teman pena dari Finlandia. Kami bersahabat sudah lebih dari sepuluh tahun. Setiap bulan Desember tiba, ia selalu mengirim kartu ucapan merry christmas and happy new year pada saya. Bahasa Finland-nya sih “Hyvä Joulua ja Onnellista Uutta Vuotta!” Padahal sudah berulangkali saya jelaskan padanya kalo saya seorang Muslim dan tidak merayakan natal atau pun tahun baru masehi. Saya jelaskan pula kalo kami punya tahun baru sendiri, Hijriyah. Tapi lucunya, dia selalu heran dan bingung dengan penjelasan saya.

Usut punya usut, ternyata merayakan natal di negeri Barat tidak berkaitan dengan keyakinan seseorang. Teman pena saya ini mengakunya bukan seorang nasrani, karena ia tidak percaya terhadap ketuhanan Yesus. Ia bilang kalo ia tidak percaya dengan tuhan yang ada di gereja. Ia percaya dengan tuhan menurut definisinya sendiri. Hihi, kacau yah?

Jadi, baginya natal adalah sebuah perayaan yang tidak ada nilai religiusnya sama sekali. Tidak ada acara pergi ke gereja. Tidak ada acara membaca doa atau pun hal-hal keagamaan lainnya. Natal cuma momen untuk bisa kumpul bersama keluarga, makan enak, pesta dan mabuk hingga pagi.

Tapi tetap saya jelaskan bahwa meskipun natal di Barat saat ini kehilangan nilai religinya, tapi saya tidak bisa menerima ucapan itu. Bagaimana pun natal tidak bisa dilepaskan dari mana ia berasal dan dalam konteks apa ia diperingati. Memang tidak mudah membuat teman saya ini paham karena perbedaan budaya dan keyakinan yang sangat mencolok di antara kami.

Pertemanan bukan berarti bisa dengan seenaknya mencampurkan akidah dan keimanan. Harus ada batas yang jelas untuk itu. Toh, kami tetap berteman dengan baik meskipun saya tak pernah mengucapkan merry christmas and happy new year padanya. Ia juga tak pernah menuntut saya untuk mengucapkannya. Malah yang sering, dia suka tanya-tanya tentang Islam dan saya dengan senang hati menjelaskannya.

Apa yang bisa diambil dari cerita saya di atas? Jangan pernah ambil kompromi untuk masalah penting dan mendasar. Perayaan dan ucapan natal dan tahun baru memang ringan di lidah, tapi berat di timbangan pada hari penghisaban nantinya. Maksudnya berat dalam hal mengurangi timbangan kebaikan kamu alias jadi tekor. Jadi jangan pernah menganggap enteng hal ini.

Kok, ada ulama ikut natalan?

Mungkin di antara kamu ada yang bertanya-tanya seperti ini. Jangan kuatir, ngaku-ngaku ulama saat ini memang gampang. Tapi dari perbuatannya, kamu kan bisa menilai ulama seperti apakah yang ada pada dirinya.

Merusak Islam sudah bukan jamannya lagi dari luar. Diperangi secara fisik, dibenci oleh kaum kafir, dicemooh dan diludahi seperti jaman nabi. Saat ini ada yang lebih keren tapi berbahaya dalam merusak Islam yaitu dari dalam. Dari pemeluk Islam sendiri dan dari mereka yang mengaku ulama panutan umat. Kalo ulamanya sudah kena, maka umat pun akan mudah diarahkan ke jalan tidak benar. Gampang kan?

Apalagi dengan adanya sebuah jaringan yang teroraganisasi dengan baik untuk menghancurkan Islam dari dalam, yakni JIL alias Jaringan Islam Liberal. Islam kok liberal? Hehe makanya nggak pantas banget kata Islam disandang dan bersanding dengan liberal. Terus, apa hubungannya dengan perayaan natal dan tahun baru?

Merekalah yang gencar mempromosikan ajakan untuk merayakan dan mengucapkan natal dan tahun baru. Alasannya sih slogan pluralisme agama yang sering jadi dalih. Merekalah yang suka memberi cap eksklusif pada kita-kita yang berusaha berjuang dan menerapkan Islam secara kaffah (keseluruhan). Lucu ya.

Musuh-musuh Islam nggak perlu repot-repot untuk menghancurkan Islam karena sudah ada mesin penghancur itu dari dalam. Pihak JIL inilah yang paling getol mengadakan diskusi dan seminar dalam merusak ide dan akidah Islam. Lha wong teman-teman saya yang nasrani aja nggak repot kok meski saya dan teman-teman yang lain nggak mengucapkan selamat natal pada mereka. Dan kami juga tetap berteman sebatas hal-hal yang memang dibolehkan. Bukan mencampuradukkan akidah dan keimanan. Kok, malah pihak yang mengaku dirinya muslim yang ajak-ajak untuk ikut natalan. Aneh!

Makanya, kamu jangan heran lagi kalo ada ulama yang ikut natalan bahkan ajak-ajak umatnya untuk mengikuti perbuatannya. Ingat, setiap individu akan bertanggung jawab terhadap amal perbuatan masing-masing. Nggak ada ceritanya entar di akhirat ketika dihisab dan ditanya kamu akan bikin alasan “Saya kan cuma ikut-ikutan ulama anu.” Ulama anu itu bisa jadi ikut bikin alasan “Salah sendiri, ngapain kamu mau ikut-ikutan saya?” Nah lho, jadi ribet kan urusannya?

Nah lho, masing-masing saling menyalahkan. Kalo kamu paham Islam dengan baik dan benar, kondisi itu nggak akan terjadi. Meskipun ulama, kalo perbuatannya gak benar ya seharusnya dinasehati bukan diamini aja. Bukankah itu sejatinya sikap seorang Muslim? Saling menasihati dalam kebenaran dan dalam kebaikan.

Kalo ternyata si ulama tetap ngeyel? Kita ingkari aja perbuatannya dalam hati sambil terus melakukan upaya penyadaran terhadap teman-teman dan keluarga kita, supaya mereka nggak ikut-ikutan perbuatan yang nggak bener itu. Kalo kamu punya kemampuan menulis, bisa tuh bikin tulisan sederhana terus kamu tempel di mading sekolah. Atau bisa kamu kirimkan ke surat pembaca di surat kabar kotamu. Jangan cuma diam aja.

Termasuk nih, kalo kamu pandai berbicara di depan banyak orang, jelaskan kepada mereka persoalan ini. Nggak perlu takut dicerca. Oke?

Kalo musuh Islam gencar menyerang dengan dalih toleransi dan pluralisme, maka kita harus lebih giat dan semangat untuk menyadarkan umat akan bahaya ide ini. Kalo mereka punya backing dana banyak, media massa yang jadi corong ide rusak, pejabat korup, ulama syu’ (jahat), kita punya satu hal. Meski satu tapi dahsyat. Apakah itu? Kekuatan Iman. Backing-nya langsung bersandar pada Yang Maha Dahsyat. Pemilik langit dan bumi. Kalo Ia sudah menjadi sumber kekuatan kita, siapa yang bisa mengalahkan?

Tuh kan, keren banget! Allah sebagai backing kita. Allah sebagai sumber kekuatan kita. Hanya satu pertanyaan untuk kamu dan kita semua, maukah kita menjadi pejuang di jalanNya? Itu saja! Semoga kita semua siap. Setuju kan? [riafariana/voa-islam.com]

READ MORE - mengucap natal berarti membenarkan ketuhanan yesus r: both;'/>

Selasa, 14 Desember 2010

Seputar Nabi Ismail dan Nabi Ishaq Menurut Qur’an vs Bible



Sebuah Pembuktian Kerancuan Bible karangan Paulus
Ismail as adalah putra pertama dari nabi Ibrahim as dengan Hajar, Ishaq as adalah anak kedua dari Ibrahim as dengan Sarah. Sarah adalah istri pertama Ibrahim, namun hingga umurnya yang telah mencapai seumur nenek-nenek belum juga dikarunia anak, maka Sarah memutuskan agar nabi Ibrahim mengawini budaknya yaitu Hajar. Maka Ibrahimpun mempunyai anak dengan Hajar yang diberi nama Ismail. Sarah cemburu hingga mengusir Hajar agar keluar dari rumahnya, Ibrahimpun membawa Hajar serta Ismail ke Mekah dan meninggalkannya di Mekah.

Menurut keimanan Kristen dan Yahudi putra yang dikorbankan oleh Ibrahim adalah Ishaq, tetapi menurut keimanan Islam putra yang dikorbankan adalah Ismail. Perbedaan dua keimanan ini tidak mungkin benar kedua-duanya, pasti salah-satunya saja yang benar, karena dua keimanan ini berkisah pada satu obyek yang sama yaitu pengorbanan putra Nabi Ibrahim.

Memang dalam masalah siapakah yang dikorbankan bukanlah masalah akidah, namun kebenaran siapakah yang dikorbankan membawa konsekuensi yang teramat besar, terutama bagi orang-orang Kristen dan Yahudi, pasalnya kebenaran ini berhubungan langsung dengan keakuratan kitab suci dalam mengisahkan kejadian yang sesungguhnya.

Al-Qur��an menyatakan secara tidak langsung bahwa putra nabi Ibrahim as yang dikorbankan adalah Ismail, sementara menurut Talmud dan Bible yaitu kitab agama Yahudi dan Kristen, menyebutkan secara langsung dan tegas bahwa putra nabi Ibrahim yang dikorbankan adalah Ishaq.

Kajian secara teliti dan jujur, baik berdasarkan Al-Qur��an, Bible dan Talmud akan diperoleh kesimpulan yang sama bahwa putra nabi Ibrahim yang dikorbankan adalah Ismail as bukan Ishaq as seperti yang diaku-aku oleh orang-orang Yahudi dan Kristen selama ini. Penyebutan nama Ishaq dalam Bible dan Talmud secara tata bahasa berkualitas sebagai sisipan para penulis kitab karena kedengkiannya, mari kita kaji secara ilmiah dan obyektif.

MENURUT AL-QUR��AN
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. QS. 37:101

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab:”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. QS. 37:102

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). QS. 37:103

Dalam rangkaian ketiga ayat tersebut memang tidak secara langsung disebutkan bahwa nabi Ismail-lah yang dikorbankan, tetapi dari ayat pertama sudah jelas bahwa Allah SWT memberikan kabar gembira akan datangnya seorang anak yang amat sabar, ayat ini memberikan gambaran bahwa nabi Ibrahim saat itu belum mempunyai seorang anakpun, jadi anak yang dijanjikan dalam ayat tersebut adalah anak yang pertama yaitu Ismail.

Dalam ayat-ayat selanjutnya mengisahkan dialog antara nabi Ibrahim dengan Ismail tentang perintah penyembelihan Ismail, dan beliau berdua berhasil melalui ujian yang nyata tersebut dengan amat sabar, dan Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor sembelihan yang besar .

Setelah al-Qur��an mengisahkan kisah antara nabi Ibrahim dengan putranya Ismail, dalam ayat selanjutnya yaitu QS. 37.112 Al-Qur��an mengisahkan bahwa Allah SWT memberikan kabar baik akan datangnya seorang anak lagi yang bernama Ishaq :

Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. QS. 37:112

Ayat tersebut memberikan gambaran yang sangat jelas bahwa kabar gembira akan lahirnya Ishaq adalah setelah kisah kabar gembira akan lahirnya Ismail dan kisah perintah penyembelihannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa al-Qur��an menyatakan Ismail-lah yang akan disembelih bukan Ishaq.

MENURUT BIBLE
Nabi Ibrahim dan Istrinya Sarah adalah dari bangsa yang sama, Sarah mempunyai budak bernama Hajar dari Mesir. Dalam pernikahannya dengan Sarah nabi Ibrahim belum dikaruniai anak padahal umur mereka sudah mencapai sekitar 80 tahun.

Akhirnya Sarah memutuskan agar Ibrahim menikahi budaknya yaitu Hajar.

Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya.

Berkatalah Sarai kepada Abram: “Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.” Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.

Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hamba-nya, orang Mesir itu, — yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan –, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isteri-nya. Kejadian 16:1-3

Bersama Hajar nabi Ibrahim mempunyai anak yang kemudian dinamainya Ismail, ketika itu nabi Ibrahim berumur 86 tahun :

Abram berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya. Kejadian 16:16

Dan ketika nabi Ibrahim berumur 99 tahun, Allah SWT menjanjikan seorang anak lagi namun dari pihak Sarah :

Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram �K.. Kejadian 17:1

Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya.” Kejadian 17:16

Dan setahun kemudian lahirlah anak dari Sarah yang diberi nama Ishaq, dua tahun ke-mudian nabi Ibrahim mengadakan perjamuan besar untuk menyapih Ishak, sehingga ketika Ishaq berumur 2 tahun Ismail berumur 16 tahun, namun Sarab berubah pikiran setelah mempunyai anak, ia menyuruh nabi Ibrahim untuk mengusir Hajar dan Ismail dari rumah-nya, maka Hajar dan Ismail meninggalkan rumah Sarah.

Setelah itu Allah berfirman kepada nabi Ibrahim :
Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishaq, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Kejadian 22:2

Dalam ayat tersebut dikisahkan secara jelas dan gamblang bahwa Bible mengisahkan Ishaqlah yang dikorbankan untuk disembelih bukan Ismail.

BENARKAH KISAH BIBLE
Satu-satunya dasar bagi orang-orang Yahudi dan Kristen mengimani Ishaq yang dikorbankan adalah penyebutan nama Ishaq dalam kitab mereka yaitu dalam kejadian 22:2.

“Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishaq . Kejadian 22:2

Setelah dikaji, kalimat yakni Ishaq dalam ayat tersebut mempunyai kejanggalan yang teramat serius, alasannya :

Pertama : kalimat yakni Ishaq pada susunan tersebut adalah mubazir, karena kalimat tersebut telah sempurna justru bila tanpa yakni Ishaq

Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi,

Dengan susunan tersebut tentu nabi Ibrahim sudah paham siapa yang disebut sebagai anak tunggal yang dikasihinya.

Kedua : Kalimat yakni Ishaq kontradiksi dengan kalimat sebelumnya yang menyatakan :

Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi

Karena ketika itu, Ismail telah lebih dahulu lahir sebagai anak nabi Ibrahim, penyebutan Ishaq sebagai anak tunggal dalam ayat tersebut tidak sesuai dengan sejarah dan itu berarti mengingkari Ismail sebagai anak sah Ibrahim.

Inilah keturunan Ismael, anak Abraham, yang telah dilahirkan baginya oleh Hagar, perempuan Mesir, hamba Sara itu Kejadian 25:12

Tentu saja menyebut Ishaq sebagai anak tunggal berarti mengingkari Ismail sebagai anak Ibrahim, mengingkari Ismail sebagai anak Ibrahim berarti mengingkari ayat-ayat dalam Bible itu sendiri.

ISHAQ ANAK TUNGGAL ?
Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasih� Kejadian 22:2

Siapakah anak tunggal yang dimaksud dalam ayat tersebut bila bukan Ishaq ?

Ibrahim hanya mempunyai dua orang anak, yaitu Ismail dan Ishaq, Ishaq bisa disebut sebagai anak tunggal bila Ismail sebagai anak per-tama telah meninggal, tetapi kenyataannya Is-mail belum meninggal. Ismail bisa disebut se-bagai anak tunggal bila Ishaq belum lahir, keadaan yang kedua inilah yang paling mungkin.

Al-Qur�’an mengisyaratkan bahwa peristiwa perintah penyembelihan terhadap Ismail adalah sebelum Allah �� memberikan kabar gembira yang kedua kalinya kepada nabi Ibrahim akan lahirnya seorang anak lagi yaitu Ishaq, seperti disebutkan dalam QS. 37:101-11.

Al-Qur��an menyatakan bahwa :
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, , Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu QS. 37:102

Yang dimaksud pada umur sanggup adalah ketika seseorang sudah bisa untuk mencari kayu bakar, mengembala kambing, mencari air dan lain-lain, dan ketika Ismail mencapai pada umur sanggup Ishaq belumlah lahir, jadi ketika itu Ismail adalah anak tunggal nabi Ibrahim.

Penyebutan yakni Ishaq. dalam kejadian 22:2 membuat fakta-fakta yang ada menjadi berantakan, ayat-ayat dalam Bible yang berhubungan dengan Ismail dan Ishaq menjadi banyak yang kontradiksi, Ishaq yang bukan anak tunggal disebut sebagai anak tunggal, Ismail yang anak sah nabi Ibrahim harus diingkari. Untuk mengingkari Ismail sebagai anak sah nabi Ibrahim, harus diingkari pula bahwa Hajar bukan istri sahnya, seperti ayat berikut ini :

Berkatalah Sara kepada Abraham: “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak.” Kejadian 21:10

Bukankah ayat itu mnyangkal Hajar dan Ismail sebagi istri dan anak nabi Ibrahim ?

MENGAPA HARUS ISHAQ
Orang-orang Israel sangat bangga atas kesukuannya, sangat mengagung-agungkan nenek moyangnya, mereka menjunjung tinggi nabi Ishaq tetapi merendahkan nabi Ismail, karena Ishaq adalah nenek moyang mereka yang berderajat tinggi dan berdarah murni sebagai keturunan nabi Ibrahim dengan Sarah yang berasal dari satu bangsa dan sebagai seorang majikan, sementara Is-mail adalah nenek moyang bangsa Arab dari keturunan nabi Ibrahim dengan Hajar yang berdarah koptik (campuran) antara Israil dengan Mesir dan Hajar adalah budak dari Sarah. Menurut mereka bangsa Israel adalah bangsa yang lebih tinggi derajatnya daripada bangsa Arab.

Orang-orang Israel iri hati setelah Allah menjadikan Ismail sebagai korban yang akan disembelih, orang-orang Israel tidak mau orang-orang Arab mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT, mereka menginginkan segala kemuliaan dan berkah hanya untuk orang Israel, menurut mereka semestinya Ishaqlah yang dipilih sebagai korban sembelihan, karena kesombongan tersebut dan perasaan lebih tinggi dari bangsa Arab, mereka berani mengadakan kedustaan dengan mengubah-ubah ayat-ayat Allah, salah satunya dengan menambah kalimat :

Yakni Ishaq

Ke dalam kalimat

anakmu yang tunggal itu Mereka sebenarnya mengetahui bahwa Ishaq bukanlah anak tunggal nabi Ibrahim, dan mereka mengetahui bahwa Ismail per-nah menjadi anak tunggal nabi Ibrahim yaitu ketika Ishaq belum lahir, mereka tidak peduli bila penambahan tersebut akan mengakibatkan kontradiksi yang serius dalam kitab mereka, Allah SWT telah menyatakan dalam al-Qur��an :

segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? QS. 2:75

Begitu besar kebencian orang-orang Yahudi kepada orang-orang Arab sampai berani mengubah fakta bahwa Ishaq yang bukan anak tunggal ditulisnya sebagai anak tunggal dalam kitab mereka sebagai anak tunggal demi menghilangkan kemuliaan Ismail.

Kebencian orang-orang Yahudi dan Israel kepada bangsa Arab tidak hanya pada masa nabi Ishaq dan nabi Ismail hidup, tetapi kebencian mereka berlanjut hingga pada masa diutusnya nabi Muhammad saw sebagai Rasul bahkan hingga sekarang ini.

Ketika Yesus/nabi Isa as menyampaikan kabar kepada orang-orang Israel tentang akan datangnya seorang nabi terakhir dari keturunan Ismail, mereka langsung marah dan gusar yang akhirnya pada rencana pembunuhan nabi Isa as.

Makanya setelah orang-orang Israel/ Yahudi mengetahui bahwa nabi terakhir dari bangsa Arab dan jaman akan diutusnya seorang nabi sudah dekat, mereka banyak yang pergi ke Madinah untuk menunggu datangnya nabi tersebut dengan maksud akan membunuhnya, bukan untuk mengimaninya, dan mereka mengancam masyarakat Madinah :

Sekarang ini sudah hampir zaman seorang nabi yang diutus. Kami akan membunuh kalian bersamanya. Nasib kalian akan seperti kaum ��Ad dari penduduk Iram Sirah Ibnu Hisyam dengan sanad Hasan

Namun Alhamdulillah karena ancaman yang sekaligus memberikan kabar tentang ramalan akan datangnya seorang nabi di Madinah tersebut, orang-orang Madinah mudah beriman kepada nabi Muhammad saw ketika nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah padahal mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. Wallahu a��lam.

READ MORE - Seputar Nabi Ismail dan Nabi Ishaq Menurut Qur’an vs Bible r: both;'/>

Minggu, 28 November 2010

MERDEKA DENGAN SYARIAT ISLAM




Umat Islam memiliki peran yang sangat besar dalam menghantarkan negeri ini menuju kemerdekaan. Sejarah perjuangan melawan penjajah dari sejak masa penjajahan Portugis, VOC, Inggris, Pemerintah Hindia Belanda hingga pendudukan Jepang selalu identik dengan sejarah perjuangan umat Islam. Kenyataan ini merupakan fakta keras (hard fact) sejarah bangsa yang tidak bisa diingkari. Maka, semestinya umat Islamlah yang lebih berhak memimpin negeri ini setelah perjuangan panjang mereka melawan para penjajah dengan mengorbankan harta, tenaga dan nyawa. Semestinya umat Islam berhak mengatur negeri ini dengan syariat Islam sebagaimana cita-cita para pahlawan Islam yang telah mengusir penjajah kafir dari negeri ini.
Namun demikian, umat Islam justru menjadi pihak yang terpinggirkan setelah Indonesia merdeka. Mereka ya
ng menanam dalam perjuangan, namun justru kalangan nasionalis sekuler yang memanen. Nasib umat Islam di negeri ini masih sangat memprihatinkan. Cita-cita yang mereka perjuangkan selama bertahun-tahun mengusir penjajah terjegal di tengah jalan. Perjuangan untuk menegakkan syariat Islam pada hari ini justru dipandang sinis dan menjadi bahan cemoohan.

Islam Sebagai Kekuatan Melawan Penjajah
Para sejarawan pada zaman ini mengakui bahwa agama merupakan salah satu kekuatan sejarah. Dalam perjuangan mengusir penjajah di negeri ini, Islam tampil sebagai kekuatan hebat yang menyatukan dan memberikan energi kepada umat. Sebagian besar perlawanan kepada penjajah dilakukan oleh umat Islam, dari Aceh di bagian barat hingga Maluku di bagian timur.
Pertempuran yang terjadi di Ambon pada 1817 dikobarkan oleh umat Islam. Perlawanan itu dipimpin oleh Pattimura yang sering disebut oleh pihak Belanda dengan nama Thomas Matulessy. Ternyata ia adalah seorang muslim, bukan seorang Kristen sebagaimana versi sejarah yang selama ini berkembang. Pattimura merupakan julukan bagi pemimpin muslim Ambon ini yang memiliki nama asli Ahmad Lussi.
Pada 18
25—1830 terjadi Perang Jawa yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro. Banyak ulama/kyai dan santri yang dengan sukarela bergabung ke dalam pasukan Diponegoro. Meski hanya berlangsung selama lima tahun, perang ini berhasil menguras kas pemerintahan penjajah Hindia Belanda. Untuk menutupi kerugiannya dalam Perang Jawa, Pemerintah Hindia Belanda kemudian menerapkan cultur stelsel yang banyak membawa penderitaan bagi umat Islam di Pulau Jawa.
Meski Belanda berhasil memadamkan perlawanan umat Islam di Jawa, namun tujuh tahun berikutnya, yaitu pada 1837, umat Islam di Minangkabau melakukan perlawanan kepad
a penjajah Kristen Protestan ini dengan dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Ketika melihat sorban dan jubah yang dikenakan pasukan Imam Bonjol, Belanda menyebut mereka sebagai pasukan Padri sehingga perangnya disebut Perang Padri. Nama Perang Padri menunjukkan perang ini adalah perang keagamaan. Kata padri berasal dari kata padre yang berarti pendeta atau pastur. Belanda salah tafsir dan mengira bahwa para pejuang itu adalah para pendeta. Perang tersebut berlangsung selama 16 tahun.
Pada 1874 umat Islam Aceh bangkit melawan penjajah Belanda di bawah pimpinan Teuku Umar. Muslim Aceh dalam sejarahnya dikenal gigih melawan penjajah hingga pihak Pemerintah Hindia Belanda kewalahan menghadapinya. Atas saran Snouck Hurgronje, Belanda akhirnya mengerahkan pasukan besar untuk memadamkan perlawanan muslim Aceh, terutama menumpas habis para ulama. Belanda baru berhasil menaklukkan Aceh pada 1910.
Selama abad XIX juga terjadi pemberontakan para petani di berbagai daerah di bawah bendera Islam, di antaranya yang cukup terkenal adalah pemberontakan petani di Banten pada 1888. Pemberontakan ini dipimpin oleh para haji (seperti Haji Wasid, Haji Abdul Karim dan Haji Tubagus Ismail) serta melibatkan para santri bukan hanya dari dalam Banten, tapi juga dari luar Banten. Meski hanya berlangsung selama beberapa hari, pemberontakan petani Banten mampu membuat pihak Belanda panik dan ketakutan.
Memasuki awal abad XX terjadi perkembangan strategi dalam perjuangan mengusir penjajah Belanda. Para ulama dan saudagar muslim yang baru pulang dari Mekkah untuk menunaikan haji mendirikan organisasi-organisasi pergerakan nasional. Di antara organisasi tersebut adalah Syarikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh KH Samanhudi di Solo pada 1905. Organisasi ini pada mulanya hanyalah kelompok peronda yang bernama Rekso Rumekso, lalu bergabung dengan Syarikat Dagang Is
lam di Bogor dan akhirnya namanya diubah menjadi Syarikat Islam (SI). Pada 1912 KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta. Salah satu faktor yang melatarbelakangi pendirian Muhammadiyah adalah untuk membendung arus Kristenisasi yang mendapatkan dukungan kuat dari Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian pada 1913 di Jakarta berdiri Al-Irsyad sebagai wadah perjuangan muslim Indonesia keturunan Arab. Pada 1921 Haji Abdul Karim Amrullah mendirikan Sumatra Thawalib di Padang Panjang. Pada 1926 KH Hasyim Asy'ari mendirikan Nahdhatul Ulama. Peristiwa penting yang perlu dicatat adalah pendirian MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) pada 1937 di Surabaya untuk menyatukan langkah umat Islam dalam mengusir penjajah. Pendirian MIAI dimotori oleh dua organisasi Islam yang memiliki anggota paling banyak, yaitu Muhammadiyah dan NU.
Pada 1942 pasukan Jepang masuk ke Indonesia dan berhasil mengusir Belanda. Kedatangan Jepang pada mulanya disambut gembira oleh rakyat Indonesia karena Jepang datang dengan menyatakan diri mereka sebagai saudara tua bangsa Asia. Jepang bahkan menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia di suatu hari nanti. Berbeda dengan Belanda, Jepang mendekati t
okoh-tokoh Islam dan melibatkan mereka dalam berbagai program pemerintahan Jepang. Meski demikian, politik Jepang terhadap umat Islam itu bertujuan untuk meraih simpati mereka agar mau menjadi pasukan pendukung Jepang dalam Perang Dunia II. Sebagai penjajah, Jepang tetap melakukan penindasan terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak rakyat menderita karena dijadikan Jepang sebagai Romusha (pekerja paksa), sedangkan kaum wanita Indonesia tidak sedikit yang dijadikan Jugun Ianfu (budak seks). Pihak yang paling banyak menjadi korban adalah umat Islam. Sementara itu seorang tokoh nasionalis sekuler, Sukarno, ikut terlibat langsung dalam aktivitas Romusha bukan sebagai pekerja, tapi sebagai mandor dan mobilisator. Sukarno pernah mengemukakan pendiriannya bahwa ia jijik terhadap Fasis, namun justru ia termasuk orang yang terlibat aktif bekerjasama dengan penguasa kolonial Fasis Jepang. Sukarno tidak konsisten dengan pendiriannya.
Penindasan yang dilakukan Jepang menimbulkan amarah para ulama dan kaum Muslimin. Pada 18 Februari 1944, K. Zainal Musthafa beserta santrinya dengan dibantu penduduk desa mengangkat senjata melawan pasukan Jepang di Singaparna Tasikmalaya. Selama tiga minggu pemberontakan kaum santri itu cukup merepotkan tentara Jepang, sebab pertempuran sengit tidak dapat menaklukkan K. Zainail Musthafa dengan santrinya kecuali setelah mereka semua gugur sebagai syuhada.

Pergumulan Kubu Islam vs Kubu Nasionalis Sekuler
Mewujudkan Indonesia merdeka dengan penerapan syariat Islam merupakan cita-cita umat Islam dalam mengusir penjajah. Para tokoh Islam telah menjelaskan cita-cita mulia ini kepada rakyat Indonesia sejak penjajah Belanda masih menguasai Indonesia. Akan tetapi, kalangan nasionalis sekuler yang sebagian besar adalah orang-orang didikan Belanda bersikap antipati.
Pada tahun 1940-an, terjadilah polemik antara Soekarno dengan A. Hasan serta Natsir tentang kedudukan agama dalam negara. Soekarno melontarkan gagasannya soal hubungan agama dan negara di Majalah “Pandji Islam” nomor 12 dan 13 tahun 1940. Ia menulis sebuah artikel berjudul “Memudakan Islam”. Dalam tulisannya, Soekarno mendukung sekularisasi yang dijalankan Kemal Attaturk di Turki. Dengan sekularisasi tersebut, menurut Soekarno, Turki telah melakukan apa yang telah dilakukan negara-negara Barat.
Di negara-negara seperti Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, Je
rman, dan lain-lain, urusan agama diserahkan kepada individu pemeluknya; agama menjadi urusan pribadi, dan tidak dijadikan sebagai urusan negara, tidak dijadikan sebagai agama resmi negara. A. Hassan – pendiri Persatuan Islam -- mengritik keras pandangan Soekarno tentang sekularisme. Di Majalah yang sama ia menulis artikel berjudul “Membudakkan Pengertian Islam”. Hassan menyebut logika Soekarno sebagai “logika otak lumpur”.
A. Hassan menegaskan, “Ir. Soekarno tidak mengerti, bahwa Eropa memisahkan agama Kristen dari Staat (negara), tidak lain karena di dalam agama Kristen tidak ada ajaran (konsep) tentang pemerintah. Dari jaman Nabi Isa hingga sekarang ini belum pernah terdengar bahwa suatu negara menjalankan hukum agama Kristen.”
Soal penyalahgunaan Islam oleh negara, menurut A. Hassan, hal yang sama bisa terjadi pada paham yang lain, seperti paham kebangsaan yang dianut oleh Soekarno. “Apabila suatu negara atau kerajaan telah menjadikan Islam sebagai perabot (alat) sehingga ia menjadi penghambat kemajuan dan hilang pengaruhnya, maka siapakah yang bersalah? Negara atau Agama? Kalau di suatu tempat (paham) kebangsaan dijadikan untuk memecah belah, maukah saudara Ir. (Soekarno) membuang dan menyingkirkan (paham) kebangsaan dengan alasan yang sama,” kata A. Hassan.

“Saudara Ir. (Soekarno) rupanya tidak atau belum mengetahuinya, bahwa bencana dunia yang sebegini banyak datangnya justru dari negara yang tidak menggunakan agama sebagai hukum positif. Kalau negara diurus secara atau menurut agama, niscaya selamatlah dunia dari segala bencana,” tulis A. Hassan.

Ketika Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 29 April 1945, perdebatan sengit tentang dasar negara setelah Indonesia nanti merdeka kembali terjadi antara kubu Islam pada satu pihak melawan kubu nasionalis sekuler pada pihak lain yang didukung oleh kubu Kristen. Pihak Islam mengusulkan gagasan negara Islam, artinya negara Indonesia yang berdasarkan syari’at Islam. Pihak nasionalis sekuler menolak gagasan tersebut. Untuk menghentikan perseteruan, maka pada 22 Juni 1945 dicapailah rumusan kompromi dengan nama Piagam Jakarta yang ditandatangani oleh sembilan orang yang mencerminkan aliran Islam, nasionalis, dan Kristen. Suatu hal yang menyebabkan kubu Islam menghentikan tuntutannya atas negara Islam adalah tujuh kata penting dalam alinea empat yang berbunyi, “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Tetapi, dalam rapat B
PUPKI tanggal 11 Juli 1945, Piagam Jakarta digugat oleh seorang Kristen dari Maluku yang bernama Latuharhary, dengan alasan Piagam Jakarta dalam aplikasinya akan mengalami kesulitan di berbagai daerah, khususnya ketika berhadapan dengan adat istiadat. Ir. Soekarno meminta agar tujuh kata itu tidak dipersoalkan, karena tujuh kata tersebut merupakan jerih payah dan kompromi antara kelompok Islam dengan kelompok nasionalis sekuler.
Pada 13 Juli 1945, Wachid Hasyim mengusulkan agar syarat presiden ditambah yang beragama Islam, juga pasal 29 RUUD 1945 ditambahkan, "Agama negara ialah agama Islam". Bahkan pada tanggal 14 Juli 1945, tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadi Koesoemo mengusulkan agar kata "bagi pemeluk-pemeluknya" dalam Piagam Jakarta dicoret saja sehingga menjadi, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam." Tetapi usul tersebut ditolak keras oleh kelompok nasionalis sekuler. Sampai pada rapat BPUPKI tanggal 16 Juli 1945, tidak ada pencabutan kesepakatan dalam Piagam Jakarta. Bahkan ketika itu, Ir. Soekarno menegaskan disepakatinya klausul, "Presiden Indonesia haruslah orang Indonesia asli yang beragama Islam", dan pada RUUD 1945 pasal 29 tetap berbunyi, "Negara berdasar atas ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Pengkhianatan Terhadap Islam
Pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 17 Ramadhan 1364 H kemerdekaan Indonesia diproklamasikan di kediaman Sukarno Jl. Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta. Proklamasi kemerdekaan tersebut disambut dengan rasa syukur dan gembira oleh umat Islam Indonesia. Akan tetapi tragis, sehari kemudian (18 Agustus 1945), PPKI mencoret kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dari Piagam Jakarta. Pasal 6 ayat 1 yang berbunyi, "Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam", kata-kata "dan beragama Islam" juga dicoret.
Bagi kalangan Islam, peristiwa ini merupakan pengkhianatan besar yang dilakukan oleh para founding father RI. Cita-cita yang mereka perjuangkan selama bertahun-tahun untuk mewujudkan negara Indonesia yang merdeka dengan dasar syariat Islam dijegal oleh kalangan nasionalis sekuler dengan tipu muslihat yang licik. Akibat pengkhianatan ini, K.H. Firdaus A.N. menyatakan wajar jika kemudian hari Indonesia ditimpa "malapetaka nasional" yang berupa pergolakan dan pemberontakan di berbagai daerah. Sementara itu, M. Natsir mengomentari peristiwa tragis tersebut, "Tanggal 17 Agustus 1945 kita mengucapkan hamdalah; alhamdulillah menyambut lahirnya Republik sebagai anugerah Allah! Tanggal 18 Agustus kita istighfar, mengucapkan astaghfirullah (mohon ampun kepada Allah) karena hilangnya tujuh kata!”

Penutup
Pada 17 Agustus 2008 ini usia Republik Indonesia sudah mencapai 63 tahun. Berbagai peristiwa telah terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang ini. Setiap tanggal 17 Agustus senantiasa diperingati hari ulang tahun kemerdekaan RI. Akan tetapi, kita umat Islam harus senantiasa ingat bahwa cita-cita untuk menegakkan syariat Islam di negeri ini yang telah dirintis oleh para pendahulu kita belum terealisasi hingga hari ini. Meski umat Islam mayoritas, namun peran mereka senantiasa terpinggirkan dan tersingkirkan. Umat Islam sering dijadikan korban demi kepentingan minoritas kaum nasionalis sekuler, non muslim dan liberal. Sebuah nasihat yang penting untuk kita ingat dari K.H. Ahmad Dahlan, "Islam tidak mungkin hilang dari atas bumi ini, tetapi tidak menutup kemungkinan Islam akan hilang dari negeri ini. Siapa yang bertanggung jawab?" Semoga menjadi renungan.

READ MORE - MERDEKA DENGAN SYARIAT ISLAM r: both;'/>

Syariat Kristen di Papua

Liputan KBR68H

05-04-2007

papua-map_300jpg.jpgPeraturan Daerah berbasis agama terus bermunculan. Di Manokwari Papua Barat, peraturan daerah berdasarkan injil tengah digodok Pemerintah Kabupaten dan DPRD setempat. Tidak hanya mengatur soal larangan minuman keras dan prostitusi, perda ini juga mengatur cara peribadatan bagi warga Manokwari.

Ditolak
Rancangan aturan daerah tentang pembinaan mental dan spiritual berbasis Injil tengah dibahas Pemerintah dan DPRD Manokwari, Provinsi Papua Barat. Pembahasan perda bernuansa agama itu memicu penolakan dari umat kristiani.

"Kebetulan saya warga kristiani. Saya tidak melihat urgensi penerapan syariat kristen. Saya mendengar ini cukup gemana ya karena saya sebagai pengikut tuhan Yesus bangga. Dengan dasar kasih itu ndak perlu.Perda itu kalau acuannya agama salah besar karena dalam undang-undang dasar itu jelas."

Manokwari sebagai gerbang pertama penyebaran Injil di Indonesia menjadi alasan bagi pemerintah setempat untuk menerapkan aturan berdasarkan ayat-ayat injil Alkitab. Aturan itu diusung unsur gereja dan sejumlah pakar. Diantaranya Pendeta Sherli Parinusa.

Akan menyulut konflik
Pendeta Sherli Parinusa: " Mungkin ada tafsiran yang katakan perda ini akan sara. Tetapi tujuan sebenarnya tidak ini hanya mengedepankan kekhasan agar dihargai, misalnya di Aceh ada serambi mekah. Kita katakan manokwari sebagai kota injil dengan mendepankan sebagai kota perdamain, kebenaran tolerasi bersama) "

Aturan dengan berdasar kitab suci ini dikhawatirkan akan menyulut konflik. Tak hanya mengatur cara berpakaian, namun juga tata cara ibadah. Raperda memuat soal larangan memakai simbol agama tertentu di muka umum, dan melarang pembangunan rumah ibadah agama lain di tempat yang sudah ada gereja. Raperda juga mengharuskan syarat ijin minimal 150 orang bagi warga non Nasrani yang ingin mendirikan rumah ibadah. Khusus untuk pembangunan rumah ibadah ini tampaknya merujuk pada Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang pembangunan rumah ibadah yang diteken April Tahun lalu. Tapi dalam peraturan dua menteri itu syarat ijin cukup 90 warga.

Urusan perda bernuansa syariat agama ini pertengahan tahun lalu juga menjadi sorotan parlemen. 56 Anggota DPR penentang perda syariah mengajukan memorandum kepada pimpinan Dewan. Mereka mendesak pimpinan DPR agar meminta pemerintah membatalkan peraturan-peraturan daerah yang berdasarkan hukum agama. Puluhan anggota parlemen itu berasal dari PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa dan Golkar. Memorandum ini ditentang 134 anggota DPR. Dalam pertemuan dengan pimpinan DPR, 134 orang wakil rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera, PKS dan PPP mengajukan permintaan yang berlawanan dengan permintaan 56 rekan mereka. Dalam permintaan tersebut anggota DPR yang dimotori Lukman Hakim dari PPP meminta pimpinan DPR agar tidak meluluskan usulan kelompok penentang perda syariah. Alasannya perda-perda tersebut memang dibutuhkan untuk memerangi aksi judi dan pelacuran. Anggapan yang menyebutkan perda syariah melanggar konstitusi pun mereka tampik.

Menyudahi
Perang opini perda syariat itu parlemen akhirnya disudahi dengan kesepakatan untuk tak melanjutkan perbedaan pendapat soal perda syariah. Wakil dari Fraksi Partai Amanat Nasional Patrialis Akbar saat itu menyatakan, semua fraksi sepakat untuk mengakhiri pertentangan dengan tak memperpanjang perbedaan soal perda syariah. Patrialis yang merupakan pendukung pemberlakuan Perda Syariah di DPR mengatakan kesepakatan itu diambil supaya perbedaan di DPR tidak meluas menjadi konflik atau perpecahan.

Menurut Patrialis penolakan terhadap perda syariah dilanjutkan melalui langkah hukum bukan politik.

Patrialis: "Jadi diambil kesepakatan dengan berbagai macam latar belakang, dan masa depan yang lebih baik, keutuhan dan kebersamaan kita, perda syariat islam kita tak lagi mengungkap soal itu, jadi biar saja sesuai mekanisme hukum yang berlaku semua fraksi-fraksi menunjukkan jiwa besarnya. Tidak ada yang menentang meskipun ada yang menawarkan alternative lain, tapi akhirnya kita simpulkan ini sudah selesai."

Jalur hulum
Menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan soal perda syariah sebelumnya pernah diusulkan Sebastian Salang, Sekjen Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Formappi. Menurut ia penyelesaian lewat jalur hukum ini memang jalan terbaik menyelesaikan perpecahan di DPR. Sebab menurut ia jika perpecahan di DPR dibiarkan maka akan membuat perpecahan di masyarakat semakin tajam.

Sebastian juga mengkritik Departemen Dalam Negeri yang tidak tegas mengatur perda-perda bermasalah.

Sebastian Salang: "Setiap perda itu apabila dalam 1 bulan atau 30 hari tidak mendapat penolakan atau pengkajian dari departemen di dalam negeri. Maka perda itu dinyatakan sah dan berlaku. Nah masalahnya itu banyak Perda yang masuk ke Departemen Dalam Negeri tapi tidak pernah ditindaklanjuti sehingga muncullah perda-perda yang aneh ini dan berlaku begitu saja. Solusi yang penting menurut saya DPR itu memanggil Departem Dalam Negeri sebagai departemen yang bertanggungjawab apakah peraturan itu sesuai dengan Undang-undang atau tidak, bertentangan dengan azaz pancasila atau tidak. Sehingga setiap perda tidak berlaku begitu saja di daerah."

UUD 45 dan Pancasila
Selain diselesaikan lewat forum pimpinan, Sebastian Salang juga menyarankan agar semua anggota DPR kembali menggunakan rujukan UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar berpikir mereka. Jika tidak, Indonesia akan kembali berkutat dalam pertentangan ideologis yang bisa memecah bangsa.

Saudara, meski setuju menghentikan perdebatan di DPR, anggota parlemen yang menolak Peraturan Daerah soal syariah akan terus melanjutkan perjuangannya. Anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa, PKB Helmi Faishal Zaini mengatakan akan terus mendorong pemerintah pusat melakukan inventarisasi perda syariat dan kemudian melakukan uji materiil ke Mahkamah Agung.

Helmi Faishal Zaini: "Ya kami menunggu tentunya. Dan Pemerintah saya kira juga bisa secara otomatis melakukan evaluasi terhadap perda-perda yang katakanlah berbeda nafasnya dengan Undang-undang No 32 tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang nomer 22 tahun 1999. Karena di Undang-undang pemerintahan daerah itu disebutkan bahwa pemerintah daerah hanya memiliki kewenangan untuk pengelolaan pemerintahan daerah. Jadi hal-hal yang berkaitan dengan politik luar negeri fiskal, moneter dan agama terkait dengan aturan-aturan itu menjadi aturan pemerintah pusat. Tapi Perda ini kan mengambil domain pemerintah pusat di daerah."

Konflik SARA
Perda bernuansa syariat yang bertentangan dengan peraturan di atasnya juga diakui Wakil Ketua DPRD Manokawari Amos H Kay. Dia mengakui Raperda terutama terkait cara peribadatan bertentangan dengan aturan di atasnya. Ia menegaskan hal bertentangan ini perlu dikaji, sehingga jika diberlakukan tidak menimbulkan konflik SARA.

Amos H Kay: "Yang diatur antara lain yang termuat dalam raperda masih krusial, soal pelarangan umat beragama yang lain untuk laksanakan tata cara ibadah denga bebas sesuai dengan UU no 29 UUD 45."

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, PGI punya pendapat berbeda. Perda itu tak perlu ada. Menurut Sekretaris Umumnya, Richard M Daulay urusan iman tidak perlu diatur oleh negara. Sebuah kota harus terbuka dengan memberikan ruang publik yang luas. Tidak boleh ada perda yang hanya berlaku untuk satu etnis, agama, atau suku tertentu.

Hak warga minoritas
Richard M Daulay: "Itu yang kita takutkan perda seperti itu Indonesia khan negara yang majemuk, perda yang masukan muatan agama PGI tidak mengapresiasi itu."

Michael Utama Purnama, dari LSM Antar Iman Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) melihat pembuatan raperda-raperda dengan dasar agama ini akibat pelaksanaan otonomi daerah yang kebablasan. Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Manokwari ini serupa dengan pembuatan perda syariat Islam yang marak di sejumlah daerah.

Michael Utama Purnama: "Orang-orang di daerah itu jangan buru2 diberi Otda, disosialisasikan dulu. Ini khan sudah kebablasan dan pemerintah harus tertibkan, spaya tidak ada dualisme daerah dan pusat."

Menurut Michael, jika aturan ini secara tegas-tegas melabrak undang-undang dasar 1945, maka tak ada alasan bagi daerah manapun menonjolkan kekhasannya dengan mengibiri hak warga minoritas.

READ MORE - r: both;'/>