Jumat, 14 Oktober 2011

Benarkah Kapiten Patimura Islam ?



Thomas Mattulessy merupakan tokoh fiktif yang harus dihapus dari catatan sejarah Indonesia. Yang sesungguhnya ada adalah Patimura yang memiliki nama asli Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy. Tokoh ini lahir di Hualoy, Seram Selatan, wilayah Islam tahun 1783. Ini sekaligus membantah versi pemerintah yang menyebut Patimura lahir di Saparua. Mat Lussy merupakan bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kasim Allah, Pelayan Allah) atau dalam lidah Maluku disebut Kasimiliali.

Dalam buku biografi versi pemerintah yang ditulis M Sapija dikatakan jika Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayahnya bernama Anthoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”. Keterangan Sapija tersebut janggal. Sapija tidak jujur dengan tidak menuliskan ‘Kasimiliali’ sebagai Pelayan Allah dan Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Lalu Sapija juga mengada-adakan marga Pattimura Mattulessy, padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman. Penulis sendiri pernah langsung berdiskusi dengan salah seorang Panglima Perang Hitu di tahun 1999 dimana dia menyatakan jika Patimura adalah Marga Muslim sedangkan Mattulessy adalah Kristen. Jadi tidak ada yang namanya Patimura Matulessy. Yang bernama Patimura pastilah dia seorang Muslim.

Mansyur Suryanegara menyatakan marga Patimura masih ada sampai kini. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura. Dan lagi, Maluku pada masa itu dipenuhi oleh kerajaan-kerajaan Islam dengan empat kerajaan Islam besar yakni Tidore, Ternate, Bacan, dan Jailolo. Begitu banyak kerajaan Islam di sini sehingga Ibnu Batutah menyebutnya sebagai ‘Jazirah al-Mulk’ atau Tana Para Raja.3 Dalam wawancara dengan penulis di kediamannya di Bandung pada 2001, Mansyur menyatakan jika umat Islam itu mayoritas di Maluku dan Ambon, jadi bukan wilayah Kristen. “Ada cara mudah untuk membuktikannya, lihat saja dari dari pesawat yang sedang terbang, akan terlihat banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja di sana.” Dan lagi, adalah fakta sejarah jika nyaris seluruh perlawanan terhadap penjajah—apakah itu Portugis, Spanyol, atau pun VOC-Belanda—seluruhnya dibangkitkan oleh tokoh-tokoh Islam. Ini disebabkan antara lain semua penjajah itu membawa misi penyebaran salib. Jadi amat aneh jika ada orang-orang non-Muslim yang juga mengangkat senjata melawan para misionaris imperialis ini. Bukankah ini berarti perlawanan Para Domba terhadap Sang Gembala? Jelas mustahil. Adalah fakta sejarah pula jika orang-orang pribumi yang mau memeluk agama kaum penjajah ini akhirnya bergabung dan mau menjadi tentara kaum penjajah yang memerangi bangsanya sendiri. Salah satunya adalah tentara Marsose yang diterjunkan ke Aceh yang terdiri dari orang-orang pribumi non-Muslim yang bekerja melayani para penjajah.

Seluruh perlawanan yang dibangkitkan merupakan perlawanan terhadap upaya 3G (Gold, Glorius, and Gospel) yang dibawa para kafir penjajah. Demikian pula yang dikobarkan Ahmad Lusy Patimura. Pada 1817, Patimura berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua, dan menewaskan residen Van den Bergh. Jihad ini meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya. Jihad yang digelorakan Patimura bisa kita lihat dalam tradisilisan Maluku yang masih terpelihara hingga kini, yang antara lain berbunyi:

Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yama’a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama’a Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Manu rusi’a yare uleu uleu ‘o
Manu yasamma yare uleu-uleu ‘o
Talano utala yare uleu-uleu ‘o
Melano lette tuttua murine
Yami malawan sua mena miyo
Yami malawan sua muri neyo

artinya :
(Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang)


Pertempuran kian sengit. Belanda lagi-lagi minta bantuan dari Batavia. Akhirnya Ahmad Lussy dan pasukannya tertangkap Belanda. Pada 16 Desember 1817, Ahmad Lussy dan para mujahidin Ambon menemui syahid di tiang gantungan kafir Belanda.

sumber buku Bernanrd HM. Vlekke "Sejarah Indonesia" penerbit Nusantara tahun 2008 halaman 322
r: both;'/>

4 komentar:

  1. Ini petikan dari http://watmen.blogspot.co.id/2012/01/apakah-pahlawan-maluku-pattimura.html.
    Saya rasa anda perlu membacanya.
    Pancasila NKRI 8 Juli 2016 15.00
    Ahmad Mansyur Suryanegara itu sekalipun profesor dia muslim fanatik, tdk heran klu dia claim seperti itu.
    Dia memang pernah mndapatkan kritik dan dinilai sdh tdk lagi obyektif dlm tulisan2nya.
    Sekalipun alm Thomas Matulessy (Pattimura) tdk pernah menikah tapi keturunannya (anak buyut keponakannya) Marcellina Matulessy dan Albert Matulessy yg berkarier sbg seorang perwira polisi sdh pernah membantah bhwa Pattimura adlh seorg muslim dg menunjukkan dokumen2 silsilah keluarga Thomas Matulessy yg seorg kristen protestan dan memang seperti itulah yg juga saya pelajari dari semenjak masih duduk di bangku SD - SMA.
    Sayang sekali tdk ada tanggapan dari Prof. Suryanegara sehingga bbrpa kalangan menilai Prof. Suryanegara tdk memiliki sikap seorg ilmuwan sejati yg seharusnya tdk mengotori prinsip2 seorg ilmuwan yg hrs bisa bersikap netral.

    Beberapa thn belakangan ini entah kenapa terlihat jelas memang ada upaya2 utk mengaburkan sejarah dg menyudutkan umat beragama tertentu agar terkesan tdk memiliki andil memerdekakan bangsa Indonesia. Di dunia maya selain Pattimura juga bnyk beredar tentang pencipta lagu Indonesia Raya WR Soepratman yg adlh seorg katolik di claim sbg seorg muslim jga. Candi Borobudur jga di claim oleh KH Fahmi Basya sbg milik umat muslim krn merupakan peninggalan nabi Sulaiman. KH Fahmi Basya yg seorg dosen matematika di UIN Syarif Hidayatullah Jkt mendapatkan kritikan tajam dari para sejarawan utk claimnya itu.
    Saya sbg seorg muslim merasa dipermalukan dg claim2 seperti itu yg justru merendahkan islam dan membuat muslim terlihat bodoh dan terkesan hanya pandai bikin fitnah. Janganlah krn ego utk menaikkan harkat agama yg kita anut lalu kita melakukan hal2 yg tercela dengan mengaburkan sejarah yg malah membuat cendekiawan muslim ditertawakan dan dipertanyakan kapabilitasnya. Agama islam tdk perlu dinaikkan harkatnya aplgi dg cara2 seperti itu krn agama islam adlh agama yg bermartabat.
    Jangan sekali2 berusaha menghapus fakta sejarah bhwa Republik Indonesia memang terbentuk sbgai buah perjuangan bangsa2 di Nusantara dg berbagai pemeluk agama yg melebur menjadi satu, penghapusan/pengaburan fakta sejarah suatu bangsa adlah tindak kejahatan dan pembodohan belaka!.
    Tidak usah pula meng-hitung2 umat beragama apa yg lbh banyak andilnya, semua punya peran & jasa serta saling melengkapi.
    Yg HARUS diwaspadai itu justru faham islam radikal dari Timur Tengah yg meng-obok2 NKRI dan meracuni pikiran muslim Indonesia terutama generasi mudanya sehingga menjadi WNI tpi anti Pancasila dan malah ngotot utk menerapkan syariat islam.

    Usia saya sdh kepala 6 dan saya merasa malu ketika membaca komen seorg netizen yg msh belia terkait claim2 bodoh seperti itu dg mengatakan :"Gue hanya tinggal tunggu kapan muslim mau claim BABI juga ternyata penganut islam!".
    Ini benar2 komentar seorg anak muda yg sangat menohok dan harus menjadi renungan umat muslim Indonesia yg belakangan ini seperti kehilangan arah dan kepercayaan diri sampai malah melakukan hal2 yg tidak terpuji. Saya pribadi merasa sedih dan sangat prihatin dg sikap generasi muda Indonesia yg semakin luntur nasionalismenya dan sangat intolerant krn fanatisme agama.

    Salam Bhinneka Tunggal Ika!

    BalasHapus
  2. Sio Tete Manis Ampong dong juaaa. Putar bale lawang. Nanti lama lama dong bilang Yesus tu Islam kapaeee.

    BalasHapus
  3. Kalau Anda yang muslim dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya pasti paham bahwa dalam Al Quran dikatakan bahwa Mereka (Yahudi dan Nasrani) memiliki program sejak dahulu kala, Yuharrifuna Kalima An Mawadiihi, Memutar balikan Fakta. Maka tugas seorang muslim adalah bertabayun kepada Al Quran apabila terdapat kejanggalan dalam suatu hal termasuk sejarah di Indonesia. Untuk menjawab apakah kapitan patimura Islam atau Kristen dan membuktikan kebenarannya adalah lihatlah sisa-sisa peninggalan beliau jangan melihat dokumen Belanda.

    BalasHapus
  4. Kl saya belajar itu sama ahlinya. Belajar sejarah ya sama ahli sejarah
    Belajar matematika ya keahli matematika
    Begitu juga keilmuan lainnya
    Prof ahmad mansyur itu terbukti diakui kemampuannya oleh mbah anom jadi tidak ragu lagi dengan pemaparannya

    BalasHapus